A. LETAK DAN LINGKUNGAN
Secara administratif Pura Kebo Edan berada di wilayah Dusun Intarab, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Pura ini berada di ruas jalan utama jurusan Gianyar-Kintamani. Dari kota Gianyar berjarak ±5 km sedangkan dari kota Denpasar berjarak ±20 km. Pura ini juga berdekatan dengan Untuk menuju ke pura ini bisa di tempuh dengan kendaraan umum. Lingkungan sekitar pura terdiri atas areal persawahan dan pemukiman penduduk Desa Pejeng. Dibagian Selatan dan Barat Komplek Pura Kebo edan terdapat selokan (saluran air sawah) dan persawahan subak Bedulu. Di bagian utara pura terdapat areal persawahan subak pegending. Bagian timur dibatasi oleh jalan raya (jalan aspal) dan perumahan penduduk. Dari jalan raya kita dapat menjangkau pura dengan berjalan kaki ±50 m kearah barat, maka akan tiba dipelataran Pura Kebo Edan.
Secara Geografis Pura Kebo Edan dikelilingi oleh pura-pura kuna lainnya seperti Pura Pusering Jagat di utara, Pura Penataran Sasih ditimur laut dan Pura Arjuna diselatan yang memberi bukti bahwa situs Pura Kebo Edan memiliki nilai historis yang penting. Memperhatikan keadaan diatas dapat dikatakan bahwa sejarah Pura Kebo Edan nampaknya tidak dapat dipisahkan dengan pura-pura yang ada disekitarnya.
B. SEJARAH PURA KEBO EDAN
Nama Pura Kebo Edan secara etimologi berasal dari kata kebo = sapi / kerbau dan kata edan = gila. Penamaan pura ini kemungkinan besar diambil dari sepasang arca-arca kerbau di halaman pura. Dua arca Kerbau itu dilukiskan melihat kearah arca Siwa Bhairawa yang sedang melakukan praktek ajaran Bhairawa. Dalam perkembangannya untuk mengungkap keberadaan Pura Kebo Edan dari bahan tertulis baik prasasti maupun purana yang memuat keberadaan pura ini belum di temukan. Walaupun demikian dengan adanya sejumlah peninggalan purbakala berupa arca-arca di Pura Kebo Edan ini merupakan suatu sumber otentik yang amat berguna. Dengan adanya arca-arca ini pula para arkelog dapat memberikan sedikit penggambaran tentang pura ini. Menurut data inventarisasi pada tahun 2002 dengan nomor inventaris Pura Kebo Edan 2/14-04/TB/11 dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala terdapat kurang lebih 55 buah arca yang berada di beberapa buah pelinggih di pura ini.
Pura Kebo Edan adalah salah satu pura sebagai bukti bahwa ajaran Hindu Tantrayana berkembang di Bali. Ajaran Hindu Tantrayana ini berkembang pesat di Bali saat raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari melakukan ekspedisi dalam rangka memperluas kekuasaannya dari Sumatera hingga ke Bali. Raja Kertanegara adalah seorang raja yang menganut paham tantrayana dengan mentasbihkan dirinya sebagai Bhairawa. Kertanegara berhasil menaklukkan Bali pada tahun 1284 M. Di sana Kertanegara mengangkat seseorang bernama Kebo Parud dengan jabatan patih di Bali untuk di jadikan wakil kekuasaannya di Bali. Hal ini diketahui dari prasasti yang dikeluarkan patih Kebo Parud berangka tahun 1218 Saka (1296 M) yang berkaitan dengan persoalan desa Kedisan. Prasasti lainnya adalah prasasti dengan angka tahun 1222 Saka (1300 M) yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak di perbatasan Min Balingkang.
C. ARCA-ARCA DI PURA KEBO EDAN
Didalam Pura Kebo Edan terdapat beberapa arca-arca bersejarah baik yang berukuran kecil maupun yang berukuran besar. Adapun beberapa buah arca yang ada di Pura Kebo Edan diantaranya yaitu :
• Arca Dewa Ganesa
• Arca Perwujudan
• Arca Siwa Bhairawa
• Arca Nandi
• Arca Pendukung Tiang (Arca Gana)
• Arca Gajah
• Fragmen Arca Raksasa
• Fragmen Kepala Binatang
Di antara arca-arca kuna yang terdapat di Pura Kebo Edan terdapat sebuah arca raksasa berukuran tinggi kurang lebih 360 cm. Arca tersebut oleh warga sekitar disebut arca Siwa Bhairawa yang menggambarkan Dewa Siwa dalam keadaan marah. Rambut arca ikal berombak menunjukkan sifat keraksaan. Mukanya memakai kedok muka atau tapel, dapat dilihat dari adanya pita pengikat di belakang kepalanya yang menegaskan bahwa muka yang tampak adalah sebuah kedok atau tapel. Bentuk badan arca tegap berdiri diatas mayat manusia dengan kepala miring dan mata terbuka sedangkan kedua kaki arca terletak berjauhan dalam sikap menanjak. Pergelangan kaki dan tangan dibelit ular. Sedangkan kemaluannya dilukiskan berayun-ayun dan mencuat kearah kiri yang mengakibatkan kainnya tersingkap. Pada bagian belakang kepala
kemaluannya terdapat empat bulatan.
Boleh jadi arca-arca besar yang disimpan di dalam Pura Kebo Edan di Pejeng bersasal dari zaman kerajaan Astasura. Stutterheim mengatakan bahwa arca-arca itu berasal dari abad 8. Rupa-rupanya raja Astasura ini melakukan bhairawa-marga sepertai halnya raja Kertanegara dari Singhasari. Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten memerintah Bali pada tahun 1259 Saka (1337 M). Astasura Ratna Bumi Banten adalah raja Bali terakhir yang merdeka. Enam tahun sesudah tarikh prasasti Patapan Langgaran, Gajah Mada berhasil menaklukkan Bali pada tahun 1265 Saka (1343). Raja Astasura dengan gigihnya berusaha supaya Bali tetap merdeka sehingga dia disebut sebagai manikam Pulau Bali (ratna bumi banten). Akan tetapi pada tahun 1260 Saka (1338 M) suasana di Bali sudah goyah dan persatuan terganggu sehingga Bali tidak bisa di pertahankan lagi.
Selain arca Siwa Bhairawa di Pura Kebo Edan terdapat pula arca-arca yang cukup besar lainnya. Arca tersebut ditempatkan pada bangunan kecil di muka sebelah kanan arca Siwa Bahirawa. Salah satunya lagi di bangunan sebelah kirinya. Kedua arca raksasa masing-masing tangannya membawa mangkuk-mangkuk darah yang di hiasi dengan hiasan tengkorak. Arca-arca tersebut dalam sikap berdiri, roman mukanya sangat menakutkan dengan mata melotot. Seluruh kepala dan lehernya dilingkari dengan rangkaian terngkorak sambil menghidap darah musuhnya dari mangkuk darah yang dibawanya. Telingannya juga memakai hiasan dari tengkorak. Masing-masing arca ini mempunyai ukuran yang sama.
Pada masing-masing bangunan ini juga terdapat arca sepasang kerbau yang sedang dalam keadaan berjongkok dan menderum. Sikap ini menunjukkan sikap marah atau pun garang sehingga kemungkinan karena itulah penduduk menyebutnya sebagai Kebo Edan. Arca kerbau jantan diletakkan pada sisi kanan dari arca Siwa Bahirawa sedangkan arca kerbau betina ditempatkan pada sisi sebelah kiri.
Pada bangunan pelinggih Ratu Pinatih terdapat sebuah arca yang bagaian bawahnya tertanam di tanah. Roman muka arca tampak garang dengan mata melotot, kepala dan lehernya dihiasi dengan tengkorak. Rambut ikal disanggul ikat pinggang dan anting-antingnya memakai hiasan tengkorak pula. Sebuah fragmen arca yang berukuran cukup besar juga diletakkan disini. Fragmen ini merupakan bagian dari sebuah arca yaitu bagian dada ke atas hingga kepala. Roman mukanya tidak jelas karena sudah rusak. Rambutnya ikal dan telinga kanannya memakai anting-anting tengkorak.