Menurut sejarah, Masjid Menara Kudus didirikan oleh Sunan Kudus atau Ja'far Shodiq ialah putera dari R.Usman Haji yang bergelar dengan Sunan Ngudung di Jipang Panolan (ada yang mengatakan tempat tersebut terletak di sebelah utara Blora). Sunan Kudus kawin dengan Dewi Rukhil, puteri dari R.Makdum Ibrahim, Kanjeng Sunan Bonan di Tuban. R.Makdum Ibrahim adalah putera R.Rachmad (Sunan Ampel) putera Maulana Ibrahim. Dengan demikian Sunan Kudus adalah menantunya Kanjeng Sunan Bonang. Sunan Kudus selain dikenal seorang ahli agama juga dikenal sebagai ahli ilmu tauhid, ilmu hadist dan ilmu fiqh. Karena itu, diantara kesembilan wali, hanya beliau yang terkenal sebagai "Waliyil Ilmi". Adapun cara Sunan Kudus menyebarkan agama Islam adalah dengan jalan kebijaksanaan, sehingga mendapat simpati dari penduduk yang saat itu masih memeluk agama Hindu. Salah satu contohnya adalah, Sapi merupakan hewan yang sangat dihormati oleh agama Hindu, suatu ketika kanjeng Sunan mengikat sapi di pekarangan masjid, setelah mereka datang Kanjeng Sunan bertabligh, sehingga diantara mereka banyak yang memeluk Islam. Dan sampai sekarang pun di wilayah Kudus, khususnya Kudus Kulon dilarang menyembelih sapi sebagai penghormatan terhadap agama Hindu sampai dengan saat ini.
Penghormatan lain adalah diwujudkan dalam bentuk bangunan menara masjid yang bercorak Hindu. Menurut sejarah, Masjid Kudus dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 H. Hal ini terlihat dari batu tulis yang terletak di Pengimaman masjid, yang bertuliskan dan berbentuk bahasa Arab, yang sukar dibaca karena telah banyak huruf-huruf yang rusak. Batu itu berperisai, dan ukuran perisai tersebut adalah dengan panjang 46 cm, lebar 30 cm. Konon kabarnya batu tersebut berasal dari Baitulmakdis (Al Quds) di Yerussalem - Palestina. Dari kata Baitulmakdis itulah muncul nama Kudus yang artinya suci, sehingga masjid tersebut dinamakan Masjid Kudus dan kotanya dinamakan dengan kota Kudus.
A. KARAKTERISTIK BANGUNAN
Masjid Menara Kudus ini terdiri dari 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar dari semula karena pada tahun 1918-an telah direnovasi. Di dalamnya terdapat kolam masjid, kolam yang berbentuk "padasan" tersebut merupakan peninggalan jaman purba dan dijadikan sebagai tempat wudhu. Masih menjadi pertanyaan sampai sekarang, apakah kolam tersebut peninggalan jaman Hindu atau sengaja dibuat oleh Sunan Kudus untuk mengadopsi budaya Hindu. Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang kembar", konon kabarnya gapura tersebut berasal dari bekas kerajaan Majapahit dahulu.
Cerita mengenai menara Kudus pun ada berbagai versi, ada pendapat yang mengatakan bahwa menara Kudus adalah bekas candi orang Hindu. Buktinya bentuknya hampir mirip dengan Candi Kidal yang terdapat di Jawa Timur yang didirikan kira-kira tahun 1250 atau mirip dengan Candi Singosari. Pendapat lain mengatakan kalau dibawah menara Kudus, dulunya terdapat sebuah sumber mata air kehidupan. Kenapa? karena makhluk hidup yang telah mati kalau dimasukkan dalam mata air tersebut menjadi hidup kembali. Karena dikhawatirkan akan dikultuskan, ditutuplah mata air tersebut dengan bangunan menara. Menara Kudus itu tingginya kira-kira 17 meter, di sekelilingnya dihias dengan piringan-piringan bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah banyaknya. 20 buah diantaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sedang 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Dalam menara ada tangganya yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Tentang bangunannya dan hiasannya jelas menunjukkan hubungannya dengan kesenian Hindu Jawa. Karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian : (1) Kaki (2) Badan dan (3) Puncak bangunan. Dihiasi pula dengan seni hias, atau artefix (hiasan yang menyerupai bukit kecil).
Tampak dari depan sekilas memang Masjid Menara Kudus ini kelihatan kecil, namun setelah masuk ke dalam luas sekali. Selain masjid, ternyata di belakang masjid adalah komplek makam Kanjeng Sunan Kudus dan para keluarganya. Pintu masuk makam terletak disebelah kanan masjid, kemudian setelah melalui jalan kecil kita akan melalui pintu kedua memasuki komplek yang didalamnya ada pondokan-pondokan. Ditengah-tengah pondokan tersebut ada sebuah bangunan paling besar, konon kabarnya bangunan tersebut adalah tempat pertemuan para Walisongo sekaligus tempat Sunan Kudus memberikan wejangan kepada para muridnya. Disebelah utara sebuah komplek ini ada sebuah pintu kecil menuju ke komplek pemakaman Kanjeng Sunan. Komplek-komplek makam tersebut terbagi-bagi dalam beberapa blok, dan tiap blok merupakan bagian tersendiri dari hubungannya terhadap Kanjeng Sunan. Ada blok para putera dan puteri Kanjeng Sunan, ada blok para Panglima perang dan blok paling besar adalah makam Kanjeng Sunan sendiri. Uniknya adalah semua pintu penghubung antar blok berbentuk gapura candi-candi. Tembok-tembok yang mengitarinya pun dari bata merah yang disusun berjenjang, ada yang menjorok ke dalam dan ke luar seperti layaknya bangunan candi. Panorama yang nampak adalah komplek pemakaman Islam namun bercorak Hindu.
Satu lagi yang tak kalah menarik adalah tempat wudu kuno dari susunan bata merah, dengan lubang pancuran berbentuk kepala arca berjumlah delapan buah. Jumlah ini konon dikaitkan dengan falsafah Buddha, yaitu Asta Sanghika Marga (delapan jalan utama) yang terdiri dari pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara hidup, daya, usaha, meditasi, dan komplementasi yang benar.