A. JUNTAI MILITER
Myanmar merupakan salah satu Negara yang terletak di Asia Tenggara, dan merupakan salah satu anggota dari ASEAN. Bentuk pemerintahan Myanmar adalah Juntai Militer. Juntai berasal dari bahasa Spanyol yang artinya Komite atau Dewan Pimpinan. Kepemerintahan Juntai Militer Myanmar di kenal dengan nama The State Peace and Development Council (SPDC). Sebelum berganti nama, Myanmar dulunya bernama Burma. Akan tetapi pada tanggal 18 Juni 1989, pemerintahan Juntai menggantinya dengan nama Myanmar. Militer Burma terlahir dari hasil gerakan pembebasan nasional atas penjajahan Inggris. BIA (Burma Independence Army) merupakan cikal bakal militer Burma. BIA merupakan bukti bahwa tentaralah yang telah membebaskan Burma dari penjajahan.
Paska Perang Dunia ke II, Burma tumbuh menjadi Negara merdeka yang penuh dengan konflik etnis yang diperparah dengan keterlibatan para militer bersenjata. Pengalaman melawan penjajahan Inggris dan Jepang, ditambah dengan ancaman dari Cina dan Amerika, membuat militer berhati- hati terhadap dunia luar. Pemberontakan bersenjata telah menjadikan militer Burma tumbuh menjadi kekuatan terpenting, sedangkan pengalaman perjuangan kemerdekaan dan berhadapan dengan ancaman dari luar telah membangun ideology nasional Burma.
Permasalahan politik yang melanda Burma di manfaatkan oleh panglima angkatan bersenjata yaitu Ne Win, untuk mengambil alih kekuasaan pada taun 1058 – 1960. Pada tahun 1962 jendral Ne Win melakukan kudeta kembali, dan menerapkan kediktatoran militer. Ne Win mengambil langkah besar dalam masa pemerintahannya, ia menutup Burma dari dunia luar dan menerapkan sosialisme ala Burma yang beranggapan bahwa Burma hanya dapat membangun dirinya apabila bersandarkan pada kekuatan Burma sendiri. Keikusertaan Negara asing dalam kehidupan ekonomi dan politik hanya akan membuat gangguan terhadap proses pembangunan sosialisme. Hal ini mengingatkan kita pada Negara Jepang yang dahulu pernah menutup diri dari dunia luar.
B. PEMERINTAHAN NE WIN
Persoalan politik yang terjadi di Myanmar di manfaatkan oleh Jenderal Ne Win, panglima angkatan bersenjata pada saat itu. Ia mengambil alih kekuasaan pada tahun 1958 – 1960 dari pemerintaha sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun 1962. Burma di bawah kepemerintahan Ne Win, menggambarkan suatu usaha dimana tiga generasi secara bersamaan menjalankan pemerintahan. Ketiga generasi tersebut adalah generasi sebelum perang dunia II dari Jenderal Ne Win dan teman- temannya, generasi pejuang kemerdekaan pada akhir tahun 1940- an dan generasi setelah kemerdekaan.
Generasi Ne Win pada hakekatnya menguasai kepemimpinan politik, sedangkan bidang- bidang kepemerintahan di dominasi generasi 1940- an dan eleson kedua partai, dan militer serta birokrasi di kuasai oleh generasi muda setelah kemerdekaan. Sejak kudeta pada tahun 1962, kepemimpinan politik sudah di tangan Jenderal Ne Win, akan tetapi pada dasarnya generasi Ne Win sejak tahun 1930- an sudah aktif dalam perjuangan kemerdekaan Burma. Bahkan Ne Win sendiri aktif dalam gerakan kaum Thaking pada akhir 1930- an, serta dalam kegiatan kemerdekaan di kalangan mahasiswa- mahasiswa Universitas Rangoon sebelumnya.
Ketika Jepang mendidik perwira- perwira militer Burma ( sebagai persiapan untuk menduduki Burma ) di Hinai, yang di pilih adalah pemuda- pemuda yang aktif dalam politik. Pemimpin mereka adalah Aung San, yang lebih di kenal sebagai bapak Burma. Ne Win adalah orang kedua setelah Aung San, nama Ne Win di peroleh saat di pulau Hainan. Mereka berjumlah tiga puluh orang, yang akrab di panggil “ Teman- teman Tiga Puluh “. Sekembalinya ketiga puluh orang tersebut ke Burma, mereka menjadi inti pimpinan tentara kemerdekaan Burma, baik pada zaman Jepang maupun setelah Inggris kembali setelah berakhirnya perang dunia II. Persatuan Burma pada waktu itu berpusat pada pribadi Aung San, ia dalah pendiri partai Anti Fasis sekaligus sebagai pimpinan dari tentara Burma.
Terbunuhnya Aung San pada bulan- bulan pertama Burma terbentuk, membuat negeri tersebut kehilangan. Pihak militer yang selama itu aktif dalam kegiatan politik, menjadi tersaingi oleh politisi- pilitisi sipil yang berasal dari generasi 1930- an sehinggal grup tiga puluh sama sekali tidak aktif selama masa demokrasi parlementer. Burma pada tahun 1950- an sudah melenceng dari cita- cita kemerdekaan generasi 1930- an. Masuknya modal asing yang berlebihan, berkuasanya pengusaha- pengusaha asing serta keturunannya, dan semakin melemahnya modal nasional merupaka bagian dari kebijakan- kebijakan pada tahun 1950- an di Burma. Nasionalisasi adalah langkang pertama Ne Win setelah melakukan kudeta baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Selanjutnya tercetuslah “ Jalan Burma untuk Sosialisme “, dimana hal tersebut hanyalah pengulangan dari ide- ide mereka sejak tahun 1930- an. Semakin kuatnya system kapitalisme di Burma, membuat Ne Win mengambil langkah cepat untuk mengembalikan “ sosialisme ala Burma”, setelah kudeta. Yang menerima dampak dari nasionalisasi yang di lakukan Ne Win adalah para perusahaan- perusahaan asing.
Modal dan pengusaha nasional Berjaya, tanah- tanah di bagikan kepada petani kecil, dan perusahaan- perusahaan Negara di kembalikan, terutama perusahaan yang berkaitan dengan masyarakat. Tidak kalah pentingnya Ne Win juga melakukan pembaharuan dalam bidang politik. Partai- partai yang banyak di bubarkan, sehingga hanya ada satu partai yaitu Partai Sosialis Burma ( BSP ). Salah satu pemicu yang menyebabkan terjadinya kudeta pada tahun 1962 adalah perpecahan dikalangan Partai Anti Fasis yang berkuasa antara grup U Nu dan grup U Ba Swe. Usaha kedua partai untuk menarik simpati rakyat dalam pemilu, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan masalah biaya itu tidak akan mampu di atasi oleh ekonomi Burma yang pada saat itu merupakan Negara baru.
Akibatnya, kedua partai tersebut mencari dukungan keuangan pada pengusaha- pengusaha asing, yang tentunya para pengusaha asing ini tidak serta merta memberi modal. Kedua partai ini memberikan janji- janji erupa fasilitas di kemudian hari apabila mereka terpilih. Ne Win dengan partai tunggalnya lebih menitih beratkan pada mobilitas massa dengan bimbingan politik dari cita- cita generasi 1930- an. Dari hal tersebut, kita melihat sikap Burma pada tahun- tahun 1960- an setelah kudeta, dan juga pada awal 1970- an. Semakin tuianya generasi 1930-an, pimpinan Burma sekarang sedikit demi sedikit berada di tangan berada di tangn generasi akhir 1940- an dan generasi setelah kemerdekaan. Malah baru muncul yaitu apakah mereka juga mengikuti cita- cita yang di buat oleh generasi Ne Win. Sedikitnya, Ne Win telah meninggalkan dua hal untuk generasi sesudahnya, dua hal tersebut adalah warisan berupa institusi dengan ideology yang kuat. Partai BSP, tentara maupun birokrasi setdaknya sudah membiasakan diri dengan ideology “ sosilisme Burma” yang merupakan landasan Negara Burma selama 15 tahun terakhir. Kendala- kendala yang timbul seperti gerakan separatis, ataupun geriliya komunis tidak begitu berpengaruh terhadap pemerintahan.
Adanya kerjasama antara ketiga generasi selama ini menyebabkan munculnya persepsi yang serasi, walaupun belum tentu sama. Warisan kedua dari generasi Ne Win adalah konsistensi antara ideology dengan dengan sikap hidup sehari- hari, seperti yang dilakukan Ne Win sendiri. Memakai lebih dari empat puluh tahun dari umurnya yang enam puluh enam tahun untuk perjuangan negaranya, Ne Win tetap bersikap menahan diri dengan kehidupan Spartan. Contoh hidup bersih ala Ne Win, mencerminkan kuatnya kesadaran dan kemauan politik dari generasi 1930- an umumnya, satu hal yang tentunya akan berpengaruh pada pemerintahan selanjutnya.
Tak ada gading yang tak retak, itulah perumpamaan yang bisa kita lihat dari kepemimpinan Ne Win, yamg notabennya adalah Juntai Militer yang berasal dari etnis Burma, sehingga menimbulkan kecemburuan oleh etnis non- Burma. ketika etnis Burma mendominasi kepemerintahan, etnis non- Burma di tindas, hal ini mengakibatkan demonstrasi di mana- mana. Tahun 1988 adalah puncaknya, jenderal Ne Win menggunakan kekuatan militer untuk melakukan kudeta dan tindak kekerasan kepada pendemo yang mengakibatkan 3000 oarang tewas, peristiwa itu di kenal dengan nama generasi 88 yang melibatkan banyak pelajar dan biksu. Dan akhirnya Ne Win mundur dari jabatannya sebagai pemimpin.
C. AKHIR KEPEMERINTAHAN NE WIN
Sejak Juntai Militer berkuasa, banyak terjadi aksi demonstrasi dari rakyat Myanmar, baik itu dari aktivis mahasiswa ataupun dari kalangan tokoh agama yaitu para biksu. Para pendemo mengecam kekuasaan militer di kursi pemerintahan yang seharusnya di jalankan oleh sipil. Selain itu terjadinya kesenjangan antara etnis Burma dengan etnis non- Burma juga ikut andil dalam terjadinya peristiwa demonstrasi. Puncaknya pada tanggal 8 Agustus 1988, terjadi demonstrasi besar- besaran. Demonstrasi ini adalah demonstrasi terbesar semenjak sejarah berkuasanya militer di Myanmar. Aksi demonstrasi ini di tanggapai pemerintah militer dengan tindakan kekerasan, sehingga menimbulkan banyak korban jiwa.sebanyak 3000 pendemo tewas dalam aksi ini. Peristiwa ini di kenal dengan nama generasi 88, yang di dalamnya terdiri dari para pelajar dan para biksu. Perjuangan rakyat Myanmar berhasil membuat Jenderal Ne Win sebagi Juntai Militer mengundurkan diri.
Dalam siding terakhir kongres IV Partai Program Sosialis Birma ( PPSB ), Ne Win mengumumkan akan mengundurkan diri sebagai kepala Negara. Ia berpendapat bahwa kesehatannya mulai terganggu. Berakhirnya pemerintahan Ne Win sebagai kepala Negara di gantikan oleh juntai militer SLORC (State Law and Order Restoration Council).