Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu perencanaan menyeluruh, melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di nederland maupun di hindia belanda. Selain itu kejadian-kejadian di dunia luar, khususnya yang terjadi di asia juga mendorong dipercepatnya pengembangan sistem pendidikan yang lengkap.
A. SEKOLAH UNTUK ANAK INDONESIA SEBELUM REORGANISASI 1892
Peraturan pemerintah 1818 mengharuskan diadakannya peraturan yang perlu bagi pribumi tidak menghasilkan sekolah bagi anak Indonesia. Ini disebabkan kekaburan politik pendidikan di tanah jajahan dan kesulitan finansial yang beratyang di hadapi belanda, sehingga menjauhkan diri dari pendidikan pribumi.
Peraturan pertama mengenai pendidikan dikeluarkan pada tahun 1871, yang memberikan uraian panjang lebar tentang kurikulum pendidikan guru, perkembangan pesat sesudah 1863 sewaktu ekonomi, membumbung tinggi di bawah menteri liberal Van De Putte, dan segera terhenti setelah depresi ekonomi 1885. Peraturan 1871 segera di ganti dengan keputusan 1885 yang mengurangi biaya pendidikan dan menyederhanakan kurikulum, yang akhirnya mengahasilkan reorganisasi 1892.
1.Kurikulum
Sekolah rendah sebelum 1892 tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1817 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada empat mata pelajaran yang di haruskan, yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah atau melayu ), dan berhitung. Bahasa pengantar adalah bahasa daerah. Bila bahasa lokal tidak sesuai maka digunakan bahasa melayu. Di perbatasan sering digunakan dua bahasa dan di samping itu juga digunakan bahsa melayu, sehingga anak di situ mempelajari tiga bahasa. Agama tidak di ajarkan, seperti halnya di negri belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyataknan bahwa semua pengajaran agama di larang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk kepentingan itu di luar jam pelajaran.
2.Fasilitas
Pada umumnya gedung sekolah di seluruh Indoneia tidak serasi, terlalu kecil, kurang penerangan dan ventilasi, lembab dan sering pula bocor. Ada kalanya pendopo juga digunakan untuk sekolah, yang juga berfungsi sebagai tempat pengadilan, rapat, dan tujuan-tujuan lain.
Perabot sekolah terdiri dari bangku, papan tulis, lemari, meja, dan kursi. Pada tahun 1856 sekolah krawang menggunakan meja rendah, sedangkan anak-anak duduk di lantai. Suatu pengumuman pada tahun 1870 bahkan menyatakan bahwa anak-anak harus duduk di lantai dan bukan di bangku.
Buku-buku disediakan oleh depot ala pengajaran yang didirikan pada tahun1878. Kepala sekolah harus mengajukan permohonan sekali setahun, sebaiknya pada bulan januari. Buku-buku dicetak oleh percetakan pemerintah di jakarta, semua buku di karang oleh orang belanda, termasuk buku dengan bahasa daerah dan melayu tanpa konsultasi dengan orang Indonesia yang ahli dalam bahasa tersebut.
3.Buku Pelajaran
Sutu buku yang ditentukan ialah Kitab Edja dan Batja oleh F.A Luitjes ( terbitan pertama tahun 1891 ), terdiri atas 23 halaman. Buku bacaan bagi mereka yang telah menguasai keterampilan dasar membaca, ditulis oleh L.K. Harmsen. Kitab Akan Dibatjai, buku ini berisi cerita-cerita dari Seribu Satu Malam, Hitopadesa, dan Fabel-Fabel Yunani. Semua bernada moral dimana yang baik akan selau menang dan yang jahat akan selalu mendapat hukuman.
Cerita-cerita serupa ini sangat populer pada masa liberal. Buku yang digunakan Van Duyn digunakan untuk belajar tulisan Arab. Ia menggunakan metode sintetik yang sama, yakni mulai dengan menggunakan huruf, suku kata yang dikombinasikan menjadi kata dan kalimat. Pada saat pemerintah mulai membuka sekolah setelah tahun 1850, hanya buku kristen yang tersedia. Buku ini tidak sesuai dengan anak-anak jawa, karena mayoritas mereka beragama islam dan buku-buku tersebut mayoritas berbahasa melayu yang sulit mereka pahami.
4.Guru-Guru
Pendidikan guru menjadi masalah penting dalam masa perluasan pendidikan. Sekolah guru (Kweekschool) pertama dibuka pada tahun1852 di solo, segera diikuti oleh sekolah guru lainnya di pusat bahasa-bahasa utama di Indonesia. Sekolah-sekolah ini menghasilkan lebih dari 200 guru antara tahun 1887 sampai dengan 1892. Setelah depresi ekonomi jumlahnya mulai dikurangi. Sebelum adanya sekolah guru ini, sebelumnya tidak syarat khusus untuk menjadi seorang guru. Karena gudang dan kantor pemerintah dapat diterima menjadi seorang guru.
Mutu pendidikan pada saat itu juga masih sangat rendah, apalagi di luar jawa. Ada pula kelas-kelasa yang besar sekali. Pada tahun 1859 seorang guru di Kaibodo (Seram) harus menghadapi 285 murid dan di manado 260 murid dalam satu kelas. Karena kebutuhan guru yang mendesak setelah tahun 1863, pemerintah memutuskan untuk mengangkat guru tanpa pendidikan, menjadi sebagai guru pada tahun 1875 diadakan ujian bagi mereka yang ingin mendapat kualifikasi guru tanpa melalui sekolah guru.
5.Rangkuman Dan Tinjauan
Sekolah rendah sebelum 1892 sekolah yang sederhana, dengan gedung dan fasilitasa yang tidak memadai. Murid-murid terutama terdiri atas laki-laki. Setidaknya sampai tahun 1892 sekolah diluar Jawa melebihi jumlah sekolah di Jawa. Namun lambat laun Jawa justru berubah menjadi pusat pendidikan. Sekolah rendah sebelum tahun 1892 diizinkan memperluas programnya sehingga mendekati rencana pelajaran sekolah guru, kecuali ilmu mendidik. Sekolah rendah yang awalnya di buat untuk anak para kaum priyayi justeru malah banyak dimasukki anak golongan rendah. Krisi ekonomi pada akhir abad ke-19 memaksa belanda untuk melakukan diferensiasi dalam pendidikan anak-anak golongan atas dan golongan rendah. Yang pertama dikenal sebagai Sekolah Kelas Satu dan Sekolah Kelas Dua.
B. SEKOLAH KELAS SATU
Didirikannya sekolah kelas satu pada awalnya diperuntukkan untuk anak aristrokrasi dan orang berada, sedangkan sekolah kelas dua untuk rakyat pada umumnya. Sekolah Kelas Satu, sekolah yang terbaik yang tersedia bagi anak-anak Indonesia, hanya terdapat dikota-kota penting di Jawa. Pulau-pulau di luar jawa pada hal ini dianaktirikan. Sekolah Kelas Satu di luar Jawa pertama Kli didirikan pada tahun1909, sewaktu Jawa telah memiliki 60 sekolah serupa itu. Hal ini menimbulkan rasa tidak puas di kalangan penduduk luar Jawa, yang tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan Barat yang sangat di dambakkan itu.
1.Kurikulum
Kurikulum sekolah ini ditentukan dalam peraturan pada tahun 1893, terdiri atas mata pelajran yang berikut :
• Membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan Latin
• Membaca dan menulis dalam bahasa Melayu
• Berhitung
• Ilmu Bumi Indonesia
• Ilmu Alam
• Sejarah pulau tempat tinggal
• Menggambar
• Mengukur tanah
Selain itu semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah Guru, kecuali ilmu mendidik boleh diajarkan setelah mendapat persetujuan dari inspektur. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi populer dikalangan priyayi disebabkan karena yidak diajarkannya bahasa belanda seperti halnya pada ELS (europese lagere schhol).
2.Buku Pelajaran
Salah satu buku bahasa melayu yang populer ialah Rempah-rempah karangan Grivel, seorang inspektur di sumatera tengah. Pusat bahasa melayu murniyang menggunakn bahasa melayu yang lebih baik dari pada yang sebelumnya. Akan tetapi latihan-latihannya sangat sukar, juga bagi orang yang menguasai bahasa melayu. Buku hitungan karya Wisselink, satu jilid untuk tiap satu kelas, menggunakan titik-titk, segitiga, segiempat untuk memberi pengertian bilangan.
Diutamakan pemecahan soal yang sederhana. Buku pelajaran Bahasa Belanda yang dipakai ialah karangan R.A.H. Thierbach yang mengajarkan bahasa belanda sebagai bahasa asing. Dasar metodenya adalah melihat, berpikir, dan menyatakannya. Buku pelajaran karya P.J. Ravenstyen berjudul “Weten en Doen” (Tahu dan Berbuat) pada prinsipnya menggunakan metode Pestalozzi yang berusaha mengadakan hubungan antara pengamatan dan perbuatandengan ungkapan yang terkenal sebagai “object lessons”. Buku lain “Uit Eigen Kring” (Dari Lingkungan Sendiri) dikarang oleh Kroes dan Kroes. Kalau buku-buku lain kebanyakan membahasa mengenai belanda, maka buku ini mengambil topik dari Indonesia sendiri
3.Rangkuman Dan Tinjauan
Sekolah Kelas Satu, yang dikhususkan bagi anak-anakkaum bangsawan lamanya 5 tahun, dibandingkan dengan Sekolah Kelas Dua yang lamanya hanya 3 tahun. Kebanyakan Sekolah Kelas Satu terdapat di Jawa. Kurikulumnya mula-mula tak berbeda dengan sekolahsebelum tahun 1892. Pada tahun 1907 setelah di masukkannya bahasa belanda sebagai mata pelajaran, sekolah ini berbeda dengan Sekolah Kelas Dua, sedangkan masa belajarnya diperpanjang menjadi 6 tahun. Namun sekolah ini masih ketinggalan jika dibandingkan dengan ELS ataupun HCS. Karena tidak memberi persiapan untuk menjadi pegawai kelas rendah dan tidak membuka jalan untuk dapat melanjutkan studi.
Mulai tahun 1912 bahasa Belanda di ajarkan sejak kelas 1 dan lama belajar diperpanjang menjadi 7 tahun. Sejak itu Sekolah Kelas Satu dalam kenyataan sama dengan HCS dan namanya diubah menjadi HIS (Hollands Inlandse School), sekolah rendah berbahasa Belanda untuk anak Indonesia.
C. SEKOLAH KELAS DUA
Dibandingkan dengan Sekolah Kelas Satu, yang lamanya 5 tahun dan mempunyai kurikulum lebih luas, Sekolah Kelas Dua hanya mempunyai kurikulum yang sederhana, yakni meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah Kelas Dua yang dimaksud sebagai Sekolah Rakyat yang memberi pendidikan sederhana bagi seluruh rakyat.
Akibat dari krisis finansial yang sedang melanda belanda, maka keuangan pemerintah tidak mengizinkan pengeluaran yang demikian banyak, sehinnga perluasan Sekolah Kelas Dua menjadi sangat terhambat,bahkan di hentikan. Keberatan lainnya ialah perluasan Sekolah Kelas Dua yang cepat dapat menimbulakan bahaya terbentuknya sejumlah besar manusia yang menjauhkan diri dari kehidupan desa dan pekerjaan kasar dan menginginkan pekerjaan pada kantor pemerintah.
Dengan alasan itu maka Sekolah Kelas Dua dianggap tidak Serasi bagi pendidikan umum bagi seluruh rakyat. Maka perlu dicari jenis sekolah lain untuk penduduk pada umumnya dan tidak mengharapkan pekerjaan kantor dan tidak mengasingkan seseorang pada lingkungan aslinya. Pada tahun 1907 Gubernur Jenderal Van Heutz menemukan kembalai “Sekolah Desa“. Oleh karena munculnya Sekolah Desa maka terjadi perubahan dalam fungsi Sekolah Kelas Dua. Sekolah ini tidak lagi menjadi sekolah untuk rakyat pada umumnya, melainkan hanya pada sebagian kecil saja. Sekolah ini mempersiapkan untuk menghasilkan para pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta.Sekolah Kelas Dua pada akhirnya menjadi sekolah untuk minoritas penduduk.
1.Kurikulum
Pelajaran agama dilarang di dalam Sekolah Kelas Dua, walaupun ruang kelas dapat digunakan untuk pendidikan agama di luar jam sekolah. Karena sekolah ini pada awlnya dimaksud untuk seluruh rakyat, maka kurikulumnya sederhana, namun ada kemungkinan untuk memperluas kurikulum setelah mendapat persetujuan inspektur, dengan ketentuan bahasa belanda tidak boleh diajarkan.
Perbedaan lama belajar juga cenderung hilang setelah menambah kelas 4 dan kelas 5pada Sekolah Kelas Dua agar dapat mempersiapkan muridnya untuk memasukkia kweekschool. Menggambar mulai diajarakan pada tahun 1892 bernyanyi diajarakan hanya di kelas 3 sejak 1892 dan kemudian dihapuskan pada tahun 1912. Pekerjaan tangan menjadi masalah yang ramai diperbincangkan. Usaha untuk memasukkan sebagai mata pelajaran banyak menerima tantangan, karena dianggap tidak layak untuk dipelajari disekoalah. Karena dapat di berikan dirumah.
2.Buku Pelajaran
Sebenarnya buku tidak jauh berbeda dengan yang digunakan pada Sekolah Kelas Satu. Buku yang banyak dipakai adalah Emboen, buku bacaan karangan bersama guru Belanda (G.F. Lavell) dan guru bahasa melayu (M. Taib). Kualitas bahasanya cukup baik. Buku ini terdiri atas 50 pelajaran yang diresapi oleh pendididkan moral.
Buku dengan crak yang sama ialah Taman Sari oleh J. Kats, yang berisi cerita-cerita yang disampaikan guru kepada anak-anak kelas rendah. Banyak buku-buku yang dirasa ketinggalan jaman dan buku-buku terjemahan oranga belanda cenderung berisi pandangan dari orang belanda itu sendiri. Buku-buku tersebut tidak dapat menimbulkan rasa nasionalaisme atau kewarganegaraan Indonesia. Akan tetapi, pada umumnya orang juga cenderung tidak suka mempelajari kebudayaan sendiri disekolah. Yang mereka inginkan adalah kebudayaan dan pengetahuan barat. Pendidikan barat memberikan rasa superioritas, membuka pintu pekerjaan yang baik, dan juga bahkan hingga batas tertentu menghilangkan batas-batas sosial.
3.Fasilitas
Sekolah Kelas Dua menggunkan berbagai macam gedung sebagai tempat beljar, yakni:
• Gereja, terutama di daerah yang mayoritas kristen seperti, Ambon, Manado. Gereja biasanya memiliki satu ruangan besar yang digunakan sekaligus untuk beberapa kelas.
• Sekolah yang didirikan oleh penduduk, yang biasanya tidak memenuhi syarat. Di sekolah seperti ini biasanya unaga sekolah dibebaskan.
• Rumah sewaan, tangsi militer, atau benteng tua, yang sebenarnya tidak sesuai untuk sekolah.
• Sekolah yang dibangun pemerintah berdasarkan biaya yang tersedia.
Buku-buku pelajaran biasanya tidak tersedia dalam jumlah yang diperlukan. Kondisi sekolah juga berbeda-beda di tiap daerah, namun biasanya sekolah di Jwa kondisinya jauh lebih baik.
4.Rangkuman Dan Tinjauan
Setelah Sekolah Kelas Satu di ganti menjadi HIS (Hollands Inlandse School) pada tahun 1914, maka tidak ada lagi alasan untuk menggunakan nama Sekolah Kelas Dua. Sering di pakai nama Standard school atau sekolah standar. Perkembangan Sekolah Kelas Dua menunjukkan bahwa belanda tidak mempunyai rencana yang komprehensif mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Tampaknya mereka menggunakan metode trial-and error dengan senantiasa meniadakan perubahan menurut perkembangan zaman. Pada umumnya mereka menciptakan tipe sekolah tertentu yang mereka beri kesempatan untuk berkembang menurut keadaan. Dan memberikan pendidikan baik kepada golongan elite yanga keciL.
D. SEKOLAH DESA (VOLKS SCHOOL)
Pada tahun 1907 diciptakanlah sekolahbaru, yakni Sekolah Desa. Di samping pelajaran membaca, menulis, dan berhitung juga di ajarkan pekerjaan tangan membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Yang digunakan sebagai tempat beljar sementara ialah pendopo, sambil mendirikan sekolah dengan bantuan murid-murid. Guru-guru diambil dari kalngan penduduk sendiri. Sekolah itu sendiri primitif dimana murid-murid duduk dilantai seperti di rumah sendiri, kaleng kosong yang diperoleh dari toko-toko cina digunakan sebagai alas untuk menulis. Sebidang tanah dipagari sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau saat mereka sedang belajar yang diawasi oleh seorang yang dewasa. Sekolah dibuka jam 09.00-12.00 dan 13.00-15.00.
Walaupun demikian sekolah ini tidak pernah mencapai tujuannya untuk menjadi lembaga pendidikanuniversal bagi seluruh masyarakat sebab:
• Biaya finansial yang menurut pemerintah tidak dapat ditanggungnya,
• Mereka yang telah menikmatipendidikan formal menganggap dirinya tak layak bekerja di sawah.
Berbagai kemungkinan dapat di pertimbangkan untuk memperluas pendidikan. Sekolah Kelas Dua dianggap terlampau mahal, sehingga dicari tipe sekolah baru, yakni Sekolah Desa.
1.Kurikulum
Walaupun kurikulum Sekolah Desa sangat sederhana namun masih di rasa kurang relevan dengankebutuhan rakyat desa. Walaupun ada saran untuk memperluas kurikulum Sekolah Desa Dengan pekerjaan tangan, pengetahuan tentang gejala-gejalayang dihadapi petanidalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainyanamun kurikulumnya tetap sangat sederhana, seperti misalnya Sekolah Desa di Aceh:
• Kelas I : membaca dan menulis Bahasa Melayu dengan Huruf Latin, Latihan bercakap-cakap, berhitung 1-20.
• Kelas II :Lanjutan: membaca dan menulis dengan Huruf Arab, Diktedalam kedua macam tulisan itu.
• Kelas III :Ulangan. Berhitung diatas 100. Pecahan sederhana.
Di Jawa sekolah ini disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan menggunakan bahasa setempat sebagai pengantar. Bahasa Melayu tidak termasuk mata pelajaran. Kesulitan keuangan pemerintah (1922-1923) mempercepat perpaduan itu dengan menjadikan Volksschool sebagai substructur Sekolah Sambungan (Vervolgschool) dengan mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa. Akhirnya Sekolah Desa menjadi bagian dari Sekolah Kelas Dua, sesuatu yang semula ingin di ellakkan oleh pemerintah.
2.Rangkuman Dan Tinjauan
Sekolah Desa merupakan perwujudan pemerintah dalam menyebarkan pendidikan dengan seluas mengkin dan dengan biaya serendah mungkin. Di kalangan penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk memelihara keberhasilannya pemerintah harus memberikan bantuan keuangan. Sekolah Desa ternyata dapat berkembang hingga sangat pesat yang sebelumnya tidak pernah dicapai oleh sekolah-sekolah sebelumnya.
Sekolah Desa merupakan usaha pendidikan terbesar yang pernah dijalankan oleh pemerintah Belanda untuk memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia dalam mengenyam pendidikan. Sekolah Desa sering dikecam karena kurikulumnya yang sederhana dan mutu guru serta pendidikannya yang rendah. Namun sekolah ini juga memberi kontribusi dalam menambah orang yang melek huruf, Sekolah Desa juga membawa pendidikan formal sampai ke pelosok pedesaan dan menjadi penyebar buah pikiran serta pengetahuan barat, menjadikan masyarakat agar lebih sadar akan pentingnya pendidikan.
E. EUROPESE LAGERE SCHOOL (ELS)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan inggris pada tahun 1816 oleh para komisaros jenderal, maka pendidikan ditanggapi secara serius dan sungguh-sungguh. Akan tetapi mereka lebih tertuju kepada anak-anak keturunan Belanda saja. Sekolah Belanda atau (ELS) dimaksudkan agar sama dengan yang ada di nederland, walaupun terdapat perbedaan dengan muridnya.sebelum tahun 1870 hanya sedikit sekali dari murid-murid yang sanggup berbahasa belanda.
Guru-guru belanda mengakui kemampuan anak-anak Indonesia dalam segala mata pelajaran, sekalipun semua meta pelajaran tersebut menggunakan bahasa belanda. Anak-anak ini terutama berasal dari golongan elite Indonesia. Prestasi anaka Indonesia tidak kalah dengan anak keturunan belanda, terlihat dari presentase lulusan masuk HBS atau ujian masuk pegawai rendah.
Namun kapasitas intelktual bukan menjadi satu-satunya syarat memasuki ELS akan tetapi kedudukan sosial orang tua. Hal ni dijadikan siasat dalam politik belanda dalam menghadapi orang Indonesia yang 200 kali lipat jumlahnya. Sambil membatasi pendidikan untuk orang Indonesia, mereka memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk anak belanda agar mempertahankan jarak antara penjajah dengan yang dijajah dan mempertahankan pekerjaan yang terbaik bagi orang belanda.
ELS menetukan pola sekolah rendah 7 tahu, yang kemudian diikuti oleh HCS dan HIS. Bagi anak Indonesia sekolah yang bercorak barat justru semakin menjauhkan mereka dari kebudayyan asli mereka sendiri. Lagipula mempelajari bahasa belanda sukar dan menelan waktu banyak. Kurikulum ELS yang sebagian besar ditetapkan di nederland tak mungkin relevan dengan kebutuhan anak Indonesia.
F. HOLLANDS CHINESE SCHOOL (HCS)
Di Indonesia berdiri perkumpulan cina, Tung Hoa Hwee Kuan (THHK) pada tahun 1900 yang mula-mula mendirikan gedung pertemuan untuk menyebarkan kebiasaan dan moral cina menurut ajaran Kong Fu Tse. Perhatian mereka tertuju pada pendidikan dengan mendirikan sekolah.
Pada mulanya Bahasa Belanda termasuk dalam kurikulum, akan tetapi ternyata orang belanda kurang suka menggunakan bahasa kepada bukan, orang belanda. Karena sukar memasuki ELS maka mereka menggaji guru belanda dengan gaji tinggi agar dapat mengajarkan bahasa belanda,namun perintaan mereka ditolak. Karena permintaan mereka di tolak mereka menggunakan orang inggris untuk mengajar bahasa inggris. Karena mereka sadar di luar sana banyak yang menguasai bahasa inggris dan selain itu orang-orang inggris dengan senang hati enyebarkan bahasa inggris.
Keadaan itu menyadarkan pemerintah belanda untuk segera meninggalkan politik non-intervensi dalam pendidikan anak Cina. Lalu mereka mendirikan Hollands Chinese School (HCS) pada tahun 1908. Tujuannya ialah agar dengan bahasa elanda dapat mempelajari bahasa dan kebudayaan cina. Kurikulum HCS SAMA dengan ELSagar dapat memberikan pendidikan yang murni kepada anak-anak cina.
1.Kurikulum
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS bahasa perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya bahasa inggris yang sebenarnya tidak diberikan dalam ELS. Kebanyakan HCS mempunyai kelas persiapan untuk anak usia 5 tahun agar lebih mudah mengikuti pelajaran di kelasa satu. Fasilitas seperti ini tidak pernah di berikan untuk anak Indonesia. Usaha untuk mengajarkan bahasa Melayu juga tidak berhasil, karena bahasa melayu dipandang sebagai bahsa pasar dan digunakan sebagai bahasa pembantu. Lagipula orang-orang cina menginginkan kebudayaan barat dan banyak diantara mereka yang menggunakan bahasa belanda.
2.Rangkuman Dan Tinjauan
Pendirian HCS menunjukkan dengan jelas begaimana pendidikan digunakan sebagai alat politik agar orang Cina menjadi taka loyal kepada pemerintah Belanda. Rasa takut akan kehilangan loyalitas orang-orang Cina ditunjukkan dengan didirikannya HCS yang membuka kesempatan untuk memasukki MULO ataupun HBS. Didirikannya HCS menimbulkan rasa tidak puas dikalangan Indonesia, yang menuntut sekolah yang sama derajatnya. Memang sulit untuk mengelak permintaan tersebut, lebih-lebih setelah berdirinya Budi Utomo yang juga sebagai penyambung lidah rakyat pada saat itu. Didirikannya HCS juga menjadi pemicu yang mempercepat pembukaan HIS yang membuka jalan kepada rakyat Indonesia agar dapat melanjutkan studinya ke bangku perguruana tinggi.
G. HOLLANDS INLANDSE SCHOOL (HIS)
Didirikannya HIS karena keinginan dari rakyat Indonesia sendiri untuk mendapatkan pendidikan ala barat. Hal itu merupakan akibat dari perubahan kondisi social ekonomi di kawasan timur jauh yang telah diperkenalkan pada masa politik etis yang diberlakukan kepada Indonesia. Selain itu juga didorong oleh organisasi-organisasi yang telah berdiri di Indonesia pada waktu itu, sperti Budi Utomo dan Sarekat islam.
HIS pada awalnya adalah sekolah kelas Satu, dan resmi diganti menjadi HiS pada tahun 1914. Tanggapan dari pihak Belanda dengan berdirinya sekolah ini kurang begitu baik. Karena kekhawatiran Belanda akan munculnya orang pandai yang menyaingi orang Belanda.
Kurikulum yang dipakai adalah sesuai denagn yang tercantum dalam Statua 1914 No. 764, yaitu meliputi semua pelajaran ELS. Selain itu peserta didik juga diajarkan membaca dan menulis bahasa daerah dalam aksara latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan latin. Namun yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda bahkan sejarah negeri Belanda pun dipelajari.
1.Kurikulum
Kurikulum yang dipakai adalah sesuai denagn yang tercantum dalam Statua 1914 No. 764, yaitu meliputi semua pelajaran ELS. Selain itu peserta didik juga diajarkan membaca dan menulis bahasa daerah dalam aksara latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan latin. Namun yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda bahkan sejarah negeri Belanda pun dipelajari.
2.Lanjutan Studi Bagi Lulusan HIS
Lulusan HIS banyak lulus dalam ujian pegawai rendah (Klein Ambtenaars Examen) suatu bukti akan keberhasilan sekolah ini. Selanjutnya lulusannya akan diterima di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) Sekolah “Dokter Djawa”dan MULO. Selain itu mereka dapat memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukang, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dll. Diantaranya juga ada yang bebas tes masuk.
3.Rangkuman Dan Tinjauan
Didirikannya HIS mungkin menjadi salah satu titik penting dalam sejarah pendidikan orang Indonesia pada masa kolonial. Inilah sekolah pertama orang Indonesia yang mempunyai kedudukan sama dengan ELS. Sekolah ini memenuhi keinginan orang Indonesia untuk dapat melanjutkan studi setinggi-tingginya. Bagi orang Indonesia HIS juga dapat dijadikan sebagai alat mobilitas soial. Walaupun memang pada awlnya didirikan untuk para kaum bangsawan.
Walaupun ada sekolah-sekolah yang bersifat rasial seperti ELS, HCS, dan HIS, namun pada kenyataan pemerintah belanda tidak melakukan diskriminasi sosial yang ketat. Namun juga tidak disangkal adanya pertimbangan-pertimbangan rasial dalam sistem pendidikan kolonial.
HIS juga dikritik karena kurikulumnya terlampau berpusat pada belanda. Sebagai lembaga pendidikan barat ada bahayanya bahwa anak-anak akan merasa asing terhadapa kebudayaanya sendiri, benci akan pekerjaan tangan, dan tidak sudi untuk kembali ke desa dan membangun daerahnya.
Kelemahan HIS ialah tidak ada lanjutannya ke HBS, satu-satunya tangga ke Universitas. Akan tetap sejak didirikan AMS, pada tahun 1918 maka HIS-MULO-AMS menjadi tangga-tangga menuju perguruan tinggi.
H. MEER UITGEBREID LAGER ONDERWIJS (MULO)
Adalah bagian dari sistim pendidikan zaman kolonial Belanda di Indonesia. Sekolah lanjutan tingkat pertama singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs dengan tingkatan yang sama dengan smp / sltp pada masa kini. MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir tahun 30-an, MULO sudah ada hampir di setiap kota kawedanaan ( Kabupaten ).
Berbagai faktor mempengaruhi didirikannya MULO :
•Murid-murid Indonesia yang puluhan ribu jumlahnya pada Sekolah Kelas Satu tak mungkin dibiarkan begitu saja tanpa memberi kesempatan untuk melanjutkan pelajarnnya, padahal anak Cina yang sebenarnya asing, telah diberikan kesempatan yang serupa itu.
•Berbagai kursus persiapan bagi calon-calon pendidikan pegawai, ahli hukum, dokter, dan sebagainya, ternyata tidak serasi dan harus diganti dengan MULO. Sebelumnya hanya lilusan ELS yang diterima untuk berbagi sekolah latihan ituyang menyebabkan membanjirnya anak-anak Indonesia ke ELS. Jadi MULO juga dimaksud untuk membendung “invasi” anak-anak Indonesia ke ELS.
•MULO didirikan sebagai lembaga pendidikan nonrasial.
Dari segi organisasi MULO mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dengan adanya MULO dan diubahnya Sekolah Kelas Satu menjadi HIS, maka anak-anak Indonesia mempunai kesempatan untuk dapat memperoleh kesempatan pendidikan setinggi-tingginya.
MULO akhirnya meniadakan ujian untuk pegawai rendah (Klein Ambtenaars Examen). MULO membuka jalan untuk dapat melampui batas-batas sosial dan merupakan badan yang ampuh untuk menghilangkan dominasi aristokrasi.
Program kurikulum terdiri atas 4 bahasa: Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman. Setengah dari waktu digunakan untuk pelajaran bahasa, sepertiga untuk matematika dan ilmu pengetahuan alam, dan seperenam untuk ilmu pengetahuan sosial.
1.Lulusan Mulo
Mereka yang berhasil menamatkan mulo kebanyakan melanjutkan studi, ada juga yang ke sekolah kejuruan, sebagian ke HBS ataupun AMS. Maka MULO mempunyai tiga fungsi yakni:
• Sebagai substruktur AMS,
• Sekolah persiapan untuk melanjutkan ke sekolah kejuruan,
• Sekolah terminal bagi mereka yang tidak melanjutkan studi
I. ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS)
AMS yang merupakan bagian dari sistem pendidikan zaman kolonial Belanda di Indonesia. AMS setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada saat ini yakni pada jenjang sekolah lanjutan tingkat atas. AMS menggunakan pengantar bahasa Belanda dan pada tahun 1930-an, sekolah-sekolah AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta) dan beberapa kota Karesidenan seperti di Malang. Selain itu ada beberapa AMS Swasta yang dipersamakan dengan Negeri Di provinsi Borneo (Kalimantan) belum ada AMS.
Banyak orang tua murid menyekolahkan anaknya ke AMS, karena dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu misalnya ke THS di Bandung (Technische Hooge School - didirikan tahun 1920 - sekarang - Institut Teknologi Bandung - ITB), RHS di Jakarta (Rechts Hooge School - didirikan tahun 1924 - sekarang Fakultas Hukum UI Jakarta), atau GHS di Jakarta (Geneeskudige Hooge School - didirikan tahun 1927 - sekarang Fakultas Kedokteran UI Jakarta), ke Bogor di Landbouw Hooge School - didirikan tahun 1940 - sekarang Institut Pertanian Bogor - IPB. Melalui AMS berarti harus menyelesaikan MULO lebih dahulu yang tersebar di hampir semua provinsi yang hanya berjumlah delapan, sedangkan kalau melalui HBS hanya ada di Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta, atau Medan.
J. HOGERE BURGER SCHOOL
HBS (Hogere Burger School) yang merupakan sekolah lanjutan tinggi pertama untuk warga negara pribumi dengan lama belajar 5 tahun, dan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pendidikan HBS selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah lebih pendek dari pada melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid yang pandai, terutama bahasa Belanda. Bung Karno merupakan salah satu murid HBS di Surabaya sebelum beliau masuk THS ( sekarang ITB ) di Bandung. Pada waktu itu HBS hanya ada di kota Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta dan Medan, sedangkan AMS ada di kota Jakarta, Bandung, Medan, Yoyakarta dan Surabaya.