Minggu, 06 September 2009

Sekelumit Kisah Kematian Bung Karno

Tidak diperjelas karena kemungkinan besar akan membongkar belang dari beberapa orang ...
Sejarah ditulis oleh jenderal yang menang pera
ng ... jadi sejarah akan selalu berkata baik - baik tentang jenderal yang menang perang dan jelek - jelek tentang jenderal yang kalah di perang ...
Itu sudah natural ... usaha untuk meluruskan sebenarnya sudah ada ... tapi power orang - orang yang berusaha meluruskan selalu kalah oleh orang - orang yang tidak ingin ...

Orang - orang yang berusaha meluruskan sejarah atau berani mencari tau tentang kebenaran sejarah, biasanya akan diteror atau diancam. Keadaan paling parah, dihilangkan (dibunuh). So, akan sangat mustahil untuk meluruskan sejarah.

2008/2/1 ketut nick darsana :

terus terang , emang sangat menyedihkan mendengar ataupun membaca akhir kisah perjuangan bung karno, setiap orang punya versi yang berbeda -beda mengenai bung karno namun kontek nya tetap sama dimana bung karno adalah orang yang terabaikan .namun yang paling saya tidak mengerti adalah dari dulu tidak ada action untuk meluruskan sejarah tersebut.dan ada beberapa yang perlu untuk di perjelas juga seperti supersemar, akan tetapi ceritanya stuck sampe disana.


Soekarno - Sejarah yang tak memihak
Posted by Iman Brotoseno under:
SEJARAH; SOEKARNO .

Malam minggu. Hawa panas dan angin
seolah diam tak berhembus. Malam
ini saya bermalam di rumah ibu saya.
Selain rindu masakan sambel
goreng ati yang dijanjikan, saya juga
ingin ia bercerita mengenai
Presiden Soekarno. Ketika semua mata
saat ini sibuk tertuju, seolah
menunggu saat saat berpulangnya
Soeharto, saya justru lebih tertarik
mendengar penuturan saat berpulang
Sang proklamator. Karena orang tua
saya adalah salah satu orang yang
pertama tama bisa melihat secara
langsung jenasah Soekarno.
Saat itu medio Juni 1970. Ibu yang
baru pulang berbelanja, mendapatkan
Bapak ( almarhum ) sedang menangis
sesenggukan.
" Pak Karno seda " ( meninggal )
Dengan menumpang kendaraan militer
mereka bisa sampai di Wisma Yaso.
Suasana sungguh sepi. Tidak ada
penjagaan dari kesatuan lain kecuali 3
truk berisi prajurit Marinir ( dulu
KKO ). Saat itu memang Angkatan
Laut, khususnya KKO sangat loyal
terhadap Bung Karno. Jenderal KKO
Hartono - Panglima KKO - pernah
berkata ,
" Hitam kata Bung Karno, hitam kata
KKO. Merah kata Bung Karno, merah
kata KKO "
Banyak prediksi memperkirakan
seandainya saja Bung Karno menolak
untuk
turun, dia dengan mudah akan melibas
Mahasiswa dan Pasukan Jendral
Soeharto, karena dia masih didukung
oleh KKO, Angkatan Udara, beberapa
divisi Angkatan Darat seperti
Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan
panglimanya May.Jend Ibrahim Ajie.

Namun Bung Karno terlalu cinta
terhadap negara ini. Sedikitpun ia
tidak mau memilih opsi pertumpahan
darah sebuah bangsa yang telah
dipersatukan dengan susah payah. Ia
memilih sukarela turun, dan
membiarkan dirinya menjadi tumbal
sejarah.
The winner takes it all. Begitulah
sang pemenang tak akan sedikitpun
menyisakan ruang bagi mereka yang
kalah. Soekarno harus meninggalkan
istana pindah ke istana Bogor . Tak
berapa lama datang surat dari
Panglima Kodam Jaya - Mayjend Amir
Mahmud - disampaikan jam 8 pagi
yang meminta bahwa Istana Bogor harus
sudah dikosongkan jam 11 siang.
Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno
mengumpulkan pakaian dan barang
barang yang dibutuhkan serta
membungkusnya dengan kain sprei. Barang
barang lain semuanya ditinggalkan.
" Het is niet meer mijn huis " -
sudahlah, ini bukan rumah saya lagi ,
demikian Bung Karno menenangkan
istrinya.
Sejarah kemudian mencatat, Soekarno
pindah ke Istana Batu Tulis
sebelum akhirnya dimasukan kedalam
karantina di Wisma Yaso.
Beberapa panglima dan loyalis
dipenjara. Jendral Ibrahim Adjie
diasingkan menjadi dubes di London .
Jendral KKO Hartono secara
misterius mati terbunuh di rumahnya.

Kembali ke kesaksian yang diceritakan
ibu saya. Saat itu belum banyak
yang datang, termasuk keluarga Bung
Karno sendiri. Tak tahu apa mereka
masih di RSPAD sebelumnya. Jenasah
dibawa ke Wisma Yaso. Di ruangan
kamar yang suram, terbaring sang
proklamator yang separuh hidupnya
dihabiskan di penjara dan pembuangan
kolonial Belanda. Terbujur dan
mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta! dan
Ali Sadikin - Gubernur Jakarta -
yang juga berasal dari KKO Marinir.

Bung Karno meninggal masih mengenakan
sarung lurik warna merah serta
baju hem coklat. Wajahnya bengkak
bengkak dan rambutnya sudah botak.
Kita tidak membayangkan kamar yang
bersih, dingin berAC dan penuh
dengan alat alat medis disebelah
tempat tidurnya. Yang ada hanya
termos dengan gelas kotor, serta
sesisir buah pisang yang sudah hitam
dipenuhi jentik jentik seperti nyamuk.
Kamar itu agak luas, dan
jendelanya blong tidak ada gordennya.
Dari dalam bisa terlihat halaman
belakang yang ditumbuhi rumput alang
alang setinggi dada manusia !.
Setelah itu Bung Karno diangkat.
Tubuhnya dipindahkan ke atas karpet
di lantai di ruang tengah.
Ibu dan Bapak saya serta beberapa
orang disana sungkem kepada jenasah,
sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra
datang, dan juga orang orang
lain.
Namun Pemerintah orde baru juga
kebingungan kemana hendak dimakamkan
jenasah proklamator. Walau dalam Bung
Karno berkeingan agar kelak
dimakamkan di Istana Batu Tulis,
Bogor . Pihak militer tetap tak mau
mengambil resiko makam seorang
Soekarno yang berdekatan dengan ibu
kota.
Maka dipilih Blitar, kota kelahirannya
sebagai peristirahatan
terakhir. Tentu saja Presiden Soeharto
tidak menghadiri pemakaman ini.

Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas
wakil komandan Cakrabirawa,
" Bung karno diinterogasi oleh Tim
Pemeriksa Pusat di Wisma Yaso.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara
yang amat kasar, dengan memukul
mukul meja dan memaksakan jawaban.
Akibat perlakuan kasar terhadap
Bung Karno, penyakitnya makin parah
karena memang tidak mendapatkan
pengobatan yang seharusnya diberikan. "
( Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta
1966 )

dr. Kartono Mohamad yang pernah
mempelajari catatan tiga perawat Bung
Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9
Juni 1970 serta mewancarai dokter
Bung Karno berkesimpulan telah terjadi
penelantaran. Obat yang
diberikan hanya vitamin B, B12 dan
duvadillan untuk mengatasi
penyempitan darah. Padahal penyakitnya
gangguan fungsi ginjal. Obat
yang lebih baik dan mesin cuci darah
tidak diberikan.
( Kompas 11 Mei 2006 )

Rachmawati Soekarnoputri, menjelaskan
lebih lanjut,
" Bung Karno justru dirawat oleh
dokter hewan saat di Istana
Batutulis. Salah satu perawatnya juga
bukan perawat. Tetapi dari Kowad
"
( Kompas 13 Januari 2008 )

Sangat berbeda dengan dengan perlakuan
terhadap mantan Presiden
Soeharto, yang setiap hari tersedia
dokter dokter dan peralatan
canggih untuk memperpanjang hidupnya,
dan masih didampingi tim pembela
yang dengan sangat gigih membela
kejahatan yang dituduhkan. Sekalipun
Soeharto tidak pernah datang
berhadapan dengan pemeriksanya, dan
ketika tim kejaksaan harus datang ke
rumahnya di Cendana. Mereka harus
menyesuaikan dengan jadwal tidur siang
sang Presiden !

Malam semakin panas. Tiba tiba saja
udara dalam dada semakin bertambah
sesak. Saya membayangkan sebuah bangsa
yang menjadi kerdil dan
munafik. Apakah jejak sejarah tak
pernah mengajarkan kejujuran ketika
justru manusia merasa bisa meniupkan
roh roh kebenaran ? Kisah tragis
ini tidak banyak diketahui orang.
Kesaksian tidak pernah menjadi
hakiki karena selalu ada tabir tabir
di sekelilingnya yang diam
membisu. Selalu saja ada korban dari
mereka yang mempertentangkan
benar atau salah.

Butuh waktu bagi bangsa ini untuk
menjadi arif.
Kesadaran adalah Matahari
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Keterbukaan adalah pelaksanaan kata
kata
( * WS Rendra )