Rumah Sakit Jiwa Lawang dibuka secara resmi pada tanggal 23 Juni 1902. Pengerjaan mendirikan rumah sakit ini dimulai tahun 1884 berdasarkan Surat Keputusan pemerintah Belanda tertanggal 20 Desember 1865 No.100. Sebelum Rumah Sakit Jiwa Lawang dibuka, perawatan pasien jiwa diserahkan kepada Dinas kesehatan Tentara (Militaire Gezondheids Dienst) di Jawa Timur. Dalam rangka memperlancar penyaluran pasien ke masyarakat Hulshoff Pol mengajukan rencana perluasan Rumah Sakit Jiwa kepada Departemen Van Onderwijs en Eeredienst. Dimana pada tahun 1909 jumlah pasien mencapai 1.171 dan usaha-usaha perluasan rumah sakit untuk dapat menampung pasien amat mendesak. Pada waktu itu beratus-ratus pasien jiwa masih dititipkan di beberapa penjara sebelum dikirim ke rumah sakit jiwa. Dalam kurun waktu 1905 - 1906 tercatat salah seorang dokter Indonesia pertama yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Lawang adalah Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat , yang bersama-sama Dr. Soetomo melancarkan pergerakan bangsa pertama yaitu Boedi Oetomo. Pada saat itu Dr. KRT. Radjiman Wedio diningrat telah mengembangkan pendekatan terapi alternatif dengan pendekatan “ Rassen Psychologie “ Usaha perluasan mendapat ijin, dengan pembangunan anex (tambahan gedung) Rumah Sakit Jiwa Lawang di desa Suko, terletak lebih kurang 1 km ke arah timur di lereng kaki pegunungan Bromo ( Tengger ). Antara tahun 1929 – 1935 kedua RSJ tersebut, Rumah Sakit Jiwa Lawang dan RSJ - anex Suko ditangani oleh 7 orang dokter dan seorang profesor wanita, dengan kapasitas tempat tidur masing-masing 1.200 tempat tidur. Pada waktu itu RSJ Lawang dikembangkan menjadi pusat penelitian otak. Tahun 1940 jumlah pasien mencapai 3.400 dan pada tahun 1941 meningkat menjadi 4.200 oleh karena harus menampung pasien jiwa lain dari Jawa Timur. Usaha pengadaan fasilitas rumah sakit dan rumah perawatan (Doorganghuizen) merupakan suatu perkembangan yang penting dalam dunia psikiatri. Untuk meningkatkan pelayanan perawatan pasien di Rumah Sakit Jiwa Lawang, pada waktu itu mulai diadakan kegiatan terapi kerja dan bermacam-macam persiapan untuk usaha hiburan. Dalam upaya memperlancar penyaluran pasien mental ke masyarakat, sejak tahun 1926 Rumah Sakit Jiwa Lawang mengantarkan kembali pasien yang sudah tenang ke desanya. Disusul dengan konsep Doorganghuizen yang diajukan oleh Travaglino. Bagi pasien yang mengalami defek/kronis dan sudah tenang, ditampung pada koloni pertanian ( Werkenrichtingen ). Dalam kurun waktu 1942 - 1945, Rumah Sakit Jiwa Lawang mengalami penurunan pelayanan, karena kurangnya sarana perawatan dan adanya penyakit menular, jumlah pasien menurun sampai 800 orang. Tahun 1947 jumlah pasien : 1.200 orang, gabungan antara anex Suko dan Rumah Sakit Jiwa Lawang. Pada tahun 1950-1966 Rumah Sakit Jiwa Lawang menerima pasien dari RSJ Pulau Laut (Kalimantan Selatan) sebanyak 120 pasien dan 40 orang pegawai. Sumber: http://www.rsjlawang.com/ profil.html
Foto Dr D.J. Hulshoff Pol direktur RS Jiwa Lawang sekitar tahun 1912-1914
Foto Dr D.J. Hulshoff Pol direktur RS Jiwa Lawang sekitar tahun 1912-1914