Di antara tumpukan makanan ringan di sebuah rumah makan di Parakan, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terdapat permen jahe. Mereka yang sudah berumur pasti akan terkejut ketika melihat permen yang di labelnya tertulis “Gember Bonbons”. Permen bikinan Pasuruan, Jawa Timur, itu ternyata masih ditemukan di pasar sekaligus memiliki sejarah panjang.
Labelnya yang bergambar rimpang jahe dan bagian tepinya ada kotak-kotak kecil biru-putih makin mengingatkan orang pada permen yang masih dikenal luas beberapa tahun yang lalu. Penulisan merek dagang “Paberik Kembang Gula, SINA, Pasuruan” makin memastikan permen ini permen “masa lalu”. SINA adalah produsen permen ini, yaitu PT Sindu Amrita.
Permen jahe memang merupakan permen yang tergolong kuno. Berbicara permen ini bukan hanya berbicara puluhan tahun lalu, tetapi ratusan tahun. Setidaknya permen ini sudah tercatat di dalam buku Island of Java karya John Joseph Stockdale, pelancong berkebangsaan Inggris, yang menyebutkan, pada tahun 1778 Belanda mengirim sebanyak 10.000 pon (atau sekitar 5.000 kilogram) produk yang disebut candied ginger dari Batavia ke Eropa. Makanan ini digemari di Eropa karena menyembuhkan kembung atau dalam istilah ilmiah disebut flatulensi.
Keberadaan permen dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa, sulit untuk ditelusuri asal usulnya. Kita hanya bisa menduga, seperti yang diungkapkan Prof Denys Lombard, yang menyebutkan gaya hidup Belanda mulai diserap oleh penduduk Nusantara sekitar pertengahan abad ke-19 ketika sejumlah priayi diangkat menjadi pejabat dan mulai mengenyam pendidikan Belanda. Permen sangat mungkin bagian dari gaya hidup itu.
Kesulitan untuk melacak juga akibat pengelompokan makanan ini menjadi rancu karena banyak variasi produk jenis ini. Di kalangan orang Jawa dikenal berbagai makanan bersumber dari gula, seperti permen, kembang gula, gulali, bonbon, manisan, harum manis, loli, dan ting-ting.
Pengelompokan makanan ringan yang manis, berdasar dari kamus, mungkin bisa menolong meski tidak tepat benar. Kelompok makanan ini disebut gula- gula. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Badudu-Zain, kata gula-gula berarti macam-macam penganan atau manisan dari gula. Cakupan dalam kelompok ini sangat luas sekali, seluruh makanan yang bersumber dari gula. Dalam bahasa Inggris istilah yang tepat untuk ini adalah confectionary. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut bonbon.
Kembang gula sendiri dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia itu adalah makanan yang terbuat dari gula. Orang Jawa menyebut makanan manis ini lebih singkat mbanggulo. Penjelasan ini pasti tidak memuaskan karena menjadi rancu dengan gula-gula di atas. Meski demikian, pencarian padanan kosakata ini di dalam bahasa Inggris menemukan istilah yang tepat untuk ini adalah candy, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut lollie. Jadi berdasarkan pemadanan itu, maka kembang gula merupakan salah satu jenis dari gula-gula.
Bila di Indonesia dikenal ada nama permen, maka sebenarnya permen adalah salah satu jenis kembang gula yang terasa pedas di lidah. Kata permen sendiri kemungkinan terkait dengan dengan peppermint, permen pedas karena ada kandungan minyak peppermint. Peppermint adalah senyawa aromatik yang berasal dari daun tanaman yang menghasilkan mentol, yaitu Menthas arvensis yang biasanya digunakan untuk memberi rasa pada makanan, pasta gigi, dan obat- obatan. Orang Belanda menyebut makanan ini dengan sebutan peppermunt.
Orang Indonesia, terutama orang Jawa, kemungkinan kesulitan untuk mengatakan peppermint hingga muncul kata permen. Dalam perkembangannya, istilah ini menjadi rancu karena semua makanan ringan yang manis dimasukkan dalam permen, seperti permen jahe, permen coklat, dan permen karet.
Dengan memahami berbagai istilah itu, maka dugaan munculnya kembang gula di Nusantara terkait dengan pendirian pabrik gula. Pabrik gula pertama berada di Batavia, yang sekarang bernama Jakarta pada 1700-an. Pada tahun 1710 tercatat 131 penggilingan tebu di Batavia. Di wilayah bagian selatan Batavia didirikan pabrik gula yang masih jauh dari penggunaan mesin dan uap air panas untuk produksi gula.
Saat itu, pabrik gula digerakkan oleh tenaga kerbau atau manusia. Tenaga ini akan memutar dua silinder. Di tengah silinder itu dimasukkan tebu. Dari pemerasan ini dihasilkan cairan. Cairan ini kemudian dikeringkan dengan dimasak hingga menjadi kental.
Ada tiga kategori gula berdasarkan tingkat keputihannya. Gula kualitas pertama yang paling putih diekspor ke Eropa. Kualitas yang kedua dikirim ke India Barat (yang dimaksud adalah bagian barat India), dan kualitas ketiga atau yang paling coklat dikirim ke Jepang. Di antara produk yang diekspor itulah terdapat permen jahe alias candied ginger.
Kembali ke soal asal usul kembang gula alias permen. Buku kecil dengan tebal 34 halaman milik kolektor asal Semarang, Handoko, berjudul Atoerannnja Membikin Permen (Kembang Goela) karya orang yang bernama Radius yang terbit tahun 1936, bisa sedikit membantu pelacakan soal permen alias kembang gula.
Dari klaim buku tersebut dengan menyebutkan “Boekoe-boekoe dalem bahasa Melajoe jang sanggoep menjokoepi itoe keinginan, toroet taoe kita sampe sekarang belon ada,” kita bisa menduga industri kembang gula masih dikuasai kelompok elite yang paham bahasa Belanda. Industri permen belum menjadi industri rumahan. Dengan informasi itu pula, kita menduga teknologi permen dibawa oleh orang Belanda.
Buku kecil ini juga menginformasikan jenis-jenis kembang gula yang ada saat itu, mulai dari bonbon, permen strong pepermunt, grip, permen kenari, permen kopi, permen busa, permen gombal, dan pastiles. Dari buku tersebut juga diketahui, saat itu sudah terjadi kerancuan istilah antara permen dan kembang gula.
Kembali ke permen jahe. Kembang gula ini masih dapat ditemukan di berbagai tempat meski mulai tidak gampang untuk mendapatkannya. Dulu pembungkus kembang gula ini berasal dari kertas minyak. Belakangan kemudian menggunakan plastik tetapi masih sederhana. Sekarang kemasannya berupa kemasan plastik cetakan. Permen jahe juga ditemukan dengan pembungkus bagian dalam seperti agar-agar. Kita bisa memakan pembungkus itu yang terasa lembut.
Kembang gula yang lain yang tergolong tua adalah kembang gula asem. Catatan tentang kembang gula ini masih sangat sedikit. Akan tetapi, keberadaan pohon asem sendiri menarik banyak perhatian para pelancong dari Barat ketika berada di Nusantara. Selain John Joseph Stockdale yang mencatat keberadaan pohon asem itu adalah Albert S Bickmore, pengelana asal Amerika Serikat, dalam buku Travels in The East Indian Archipelago (1868).
Bickmore memang tidak menceritakan soal kembang gula asem itu, tetapi ia bercerita tentang banyaknya pohon asem di pinggir jalan yang digunakan untuk peneduh di sepanjang jalan di Surabaya. Sejumlah jalan di banyak kota, bahkan di Jakarta, masih ditemukan keberadaan pohon asem ini.
Pohon asem yang melimpah itu kemungkinan mengilhami orang untuk membikin kembang gula asem. Hingga sekarang kita masih bisa menemui kembang gula asem ini dari yang tradisional, yaitu gula dicampur asem, kita bisa merasakan kekasaran gulanya, hingga yang sudah berupa kembang gula cetakan.
Permen, benda kecil yang ternyata memiliki catatan sejarah. Pengetahuan mengenai permen bukan hanya mengungkap tentang makanan ringan itu, tetapi juga tentang sebuah gaya hidup.
sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6058511