Di samping belajar agama kepada ayahnya sendiri, Raden Jakfar Sodiq juga belajar kepada beberapa ulama terkenal. Diantaranya kepada Kiai Telingsing. Nama asli Kiai Telingsing ini adalah The Ling Sing, beliau adalah seorang ulama dari negeri Cina yang datang ke Pulau Jawa bersama Laksamana Jenderal Cheng Hoo. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah Jenderal Cheng Hoo yang beragama Islam itu datang ke Pulau Jawa mengadakan tali persahabatan dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan.
Di Jawa, The Ling Sing cukup dipanggil dengan sebutan Telingsing, beliau tinggal di sebuah daerah subur yang terletak diantara sungai Tangulangin dan Sungai Juwana sebelah Timur. Disana beliau bukan hanya mengajarkan agama Islam, melainkan juga mengajarkan kepada para penduduk seni ukir yang indah.
Banyak yang datang berguru seni ukir kepada Kiai Telingsing, termasuk Raden Jakfar Sodiq itu sendiri. Dengan belajar kepada ulama yang berasal dari Cina itu, Jakfar Sodio mewarisi bagian dari sifat positif masyarakat Cina yaitu ketekunan dan kedisiplinan dalam mengejar atau mencapai cita-cita. Hal ini berpengaruh besar bagi kehidupan dakwah Raden Jakfar Sodiq di masa yang akan datang yaitu takkala menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Budha.
Selanjutnya, Raden Jakfar Sodiq juga berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun. Didalam legenda dikisahkan bahwa Raden Jakfar Sodiq itu suka mengembara, baik ke Tanah Hindustan maupun ke Tanah Suci Mekkah. Sewaktu berada di Mekkah beliau menunaikan ibadah haji. Dan kenetulan di sana ada wabah penyakit yang sukar di atasi. Penguasa negeri Arab mengadakan sayembara, siapa yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah harta benda yang cukup besar jumlahnya.
Sudah banyak orang mencoba tapi tak pernah berhasil. Pada suatu hari Sunan Kudus atau Jakfar Sodiq menghadap penguasa negeri itu tapi kedatangannya disambut dengan sinis.
“Dengan apa Tuan akan melenyapkan wabah penyakit itu ?” tanya sang Amir.
“Dengan do’a,” jawab Jakfar Sodiq singkat.
“Kalau hanya do’a kami sudah puluhan kali melakukannya. Di Tanah Arab ini banyak para ulama dan Syekh-Syekh ternama. Tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini.”
“Saya mengerti, memang Tanah Arab ini gudangnya para ulama. Tapi jangan lupa ada saja kekurangannya sehingga do’a mereka tidak terkabulkan,” kata Jakfar Sodiq.
“Hem, sungguh berani Tuan berkata demilian,” kata Amir itu dengan nada berang.
“Apa kekurangan mereka ?”
“Anda sendiri yang menyebabkannya,” kata Jakfar Sodiq dengan tenangnya. “Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga do’a mereka tidak ikhlas. Mereka berdo’a hanya karena mengharap hadiah.”
Sang Amirpun terbungkam atas jawaban itu.
Jakfar Sodiq lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itu tak disiasiakan. Secara khusu Jakfar Sodiq berdo’a dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat wabah penyakit mengganas di negeri Arab telah menyingkir. Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras mendadak saja sembuh. Bukan main senangnya hati sang Amir.
Rasa kagum mulai menjalari hatinya. Hadiah yang dijanjikannya bermaksud diberikannya kepada Jakfar Sodiq. Tapi Jakfar Sodiq menolaknya, dia hanya minta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis. Sang Amir mengijinkannya. Batu itupun dibawa ke Tanah Jawa, di pasang di pengimaman masjid yang didirikannya sekembali dari Tanah Suci.
Jakfar Sodiq adalah pengikut jejak Sunan Kalijaga, dalam berdakwah menggunakan cara halus atau Tutwuri Handayani. Adat istiadat rakyat tidak ditentang secara frontal, melainkan diarahkan sedikit demi sedikit menuju ajaran Islami.
Rakyat kota Kudus pada waktu itu masih banyak yang beragama Hindu dan Budha. Para Wali mengadakan sidang untuk menentukan siapakah yang pantas berdakwah di kota itu. Pada akhirnya Jakfar Sodiq yang bertugas di daerah itu. Karena masjid yang dibangunnya dinamakan Kudus maka Raden Jakfar Sodiq pada akhirnya disebut Sunan Kudus.
Di Jawa, The Ling Sing cukup dipanggil dengan sebutan Telingsing, beliau tinggal di sebuah daerah subur yang terletak diantara sungai Tangulangin dan Sungai Juwana sebelah Timur. Disana beliau bukan hanya mengajarkan agama Islam, melainkan juga mengajarkan kepada para penduduk seni ukir yang indah.
Banyak yang datang berguru seni ukir kepada Kiai Telingsing, termasuk Raden Jakfar Sodiq itu sendiri. Dengan belajar kepada ulama yang berasal dari Cina itu, Jakfar Sodio mewarisi bagian dari sifat positif masyarakat Cina yaitu ketekunan dan kedisiplinan dalam mengejar atau mencapai cita-cita. Hal ini berpengaruh besar bagi kehidupan dakwah Raden Jakfar Sodiq di masa yang akan datang yaitu takkala menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Budha.
Selanjutnya, Raden Jakfar Sodiq juga berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun. Didalam legenda dikisahkan bahwa Raden Jakfar Sodiq itu suka mengembara, baik ke Tanah Hindustan maupun ke Tanah Suci Mekkah. Sewaktu berada di Mekkah beliau menunaikan ibadah haji. Dan kenetulan di sana ada wabah penyakit yang sukar di atasi. Penguasa negeri Arab mengadakan sayembara, siapa yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah harta benda yang cukup besar jumlahnya.
Sudah banyak orang mencoba tapi tak pernah berhasil. Pada suatu hari Sunan Kudus atau Jakfar Sodiq menghadap penguasa negeri itu tapi kedatangannya disambut dengan sinis.
“Dengan apa Tuan akan melenyapkan wabah penyakit itu ?” tanya sang Amir.
“Dengan do’a,” jawab Jakfar Sodiq singkat.
“Kalau hanya do’a kami sudah puluhan kali melakukannya. Di Tanah Arab ini banyak para ulama dan Syekh-Syekh ternama. Tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini.”
“Saya mengerti, memang Tanah Arab ini gudangnya para ulama. Tapi jangan lupa ada saja kekurangannya sehingga do’a mereka tidak terkabulkan,” kata Jakfar Sodiq.
“Hem, sungguh berani Tuan berkata demilian,” kata Amir itu dengan nada berang.
“Apa kekurangan mereka ?”
“Anda sendiri yang menyebabkannya,” kata Jakfar Sodiq dengan tenangnya. “Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga do’a mereka tidak ikhlas. Mereka berdo’a hanya karena mengharap hadiah.”
Sang Amirpun terbungkam atas jawaban itu.
Jakfar Sodiq lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itu tak disiasiakan. Secara khusu Jakfar Sodiq berdo’a dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat wabah penyakit mengganas di negeri Arab telah menyingkir. Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras mendadak saja sembuh. Bukan main senangnya hati sang Amir.
Rasa kagum mulai menjalari hatinya. Hadiah yang dijanjikannya bermaksud diberikannya kepada Jakfar Sodiq. Tapi Jakfar Sodiq menolaknya, dia hanya minta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis. Sang Amir mengijinkannya. Batu itupun dibawa ke Tanah Jawa, di pasang di pengimaman masjid yang didirikannya sekembali dari Tanah Suci.
Jakfar Sodiq adalah pengikut jejak Sunan Kalijaga, dalam berdakwah menggunakan cara halus atau Tutwuri Handayani. Adat istiadat rakyat tidak ditentang secara frontal, melainkan diarahkan sedikit demi sedikit menuju ajaran Islami.
Rakyat kota Kudus pada waktu itu masih banyak yang beragama Hindu dan Budha. Para Wali mengadakan sidang untuk menentukan siapakah yang pantas berdakwah di kota itu. Pada akhirnya Jakfar Sodiq yang bertugas di daerah itu. Karena masjid yang dibangunnya dinamakan Kudus maka Raden Jakfar Sodiq pada akhirnya disebut Sunan Kudus.