Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Januari 2011

Neanderthal: Anatomi dan Kebudayaan Mereka

Sebelumnya Neanderthal (Homo neanderthalensis) adalah manusia yang secara tiba-tiba muncul 100.000 tahun yang lalu di Eropa, dan kemudian menghilang, atau terasimilasi dengan ras yang lain, dengan tenang tetapi cepat sekitar 35.000 tahun yang lalu. Satu-satunya perbedaan mereka dari manusia moderen adalah bahwa rangka mereka lebih tegak dan kapasitas tengkorak mereka sedikit lebih besar.
Neanderthal adalah satu ras manusia, sebuah fakta yang diakui oleh hampir semua orang saat ini. Para evolusionis telah dengan keras mencoba untuk menghadirkan mereka sebagai "spesies primitif," namun semua penemuan menunjukkan bahwa mereka tidak berbeda dengan seorang manusia ‘kekar’ yang berlalu-lalang di jalan saat ini. Seorang ahli terkemuka dalam hal ini, Erik Trinkaus, seorang paleoanthropologi, dari New Mexico University, menulis:
Perbandingan yang teliti dari sisa-sisa kerangka Neanderthal dengan manusia moderen telah menunjukkan bahwa tidak ada satupun dalam anatomi Neanderthal yang secara meyakinkan menunjukkan kemampuan bergerak, berkarya, intelektual, atau berbahasa yang lebih rendah daripada manusia moderen.

Banyak peneliti masa kini mendefinisikan manusia Neanderthal sebagai subspesies dari manusia moderen, dan menyebutnya Homo sapiens neanderthalensis.
Disisi lain, rekaman fosil menunjukkan bahwa Neanderthal memiliki kebudayaan yang telah maju. Salah satu contoh yang paling menarik adalah seruling yang terfosilkan buatan orang-orang Neanderthal. Seruling ini, terbuat dari tulang paha seekor beruang, ditemukan oleh arkeolog Ivan Turk dalam sebuah gua di Utara Yugoslavia pada bulan Juli 1995. Ahli musik Bob Fink kemudian menelitinya. Fink membuktikan bahwa seruling ini, yang menurut test karbon radioaktif berusia antara 43,000 dan 67,000 tahun, menghasilkan empat nada serta memiliki nada setengah dan nada penuh. Penemuan ini menunjukkan bahwa Neanderthal telah menggunakan skala tujuh nada, ramuan dasar dari musik barat. Fink, yang mengkaji seruling tersebut, menyatakan bahwa "jarak antara lubang kedua dan ketiga pada seruling tua ini adalah dua kali dari jarak antara yang ketiga dan keempat." Ini berarti bahwa jarak pertama mewakili nada penuh, dan jarak disebelahnya adalah nada setengah. Fink mengatakan, "Tiga nada ini… adalah tdak bisa tidak adalah diatonis dan akan dengan sempurna berbunyi tepat dalam skala diatonis acuan manapun, moderen maupun antik." Hal tersebut mengungkap bahwa Neanderthal adalah orang dengan telinga dan pengetahuan musik.

NEANDERTHAL: RAS MANUSIA
Di samping, tampak tengkorak Homo sapiens neanderthalensis Amud I, ditemukan di Israel. Tingginya diperkirakan 1,8 meter. Isi otaknya sama besar dengan manusia masa kini: 1,740 cc. Di bawah, tampak sebuah fosil kerangka ras Neanderthal, dan sebuah alat batu yang diyakini telah digunakannya. Ini dan penemuan-penemuan serupa menunjukkan bahwa Neanderthal benar-benar ras manusia yang punah ditelan waktu.
Beberapa penemuan fosil lain menunjukkan bahwa Neanderthal mengubur orang yang telah mati, merawat yang sakit, serta menggunakan kalung dan perhiasan serupa.
JARUM JAHIT NEANDERTHAL
Jarum berumur 26 ribu tahun: temuan menarik ini menunjukkan bahwa manusia Neanderthal berpengetahuan menjahit baju sejak puluhan ribu tahun yang lalu
(D. Johanson, B. Edgar, From Lucy to Language, h. 99).
SERULING NEANDERTHAL
Seruling Neanderthal terbuat dari tulang. Perhitungan yang dilakukan atas artefak ini menunjukkan bahwa lubang-lubang dibuat agar menghasilkan nada yang benar, dengan kata lain, inilah alat musik yang dirancang secara piawai.

Foto di atas adalah perhitungan Bob Fink atas seruling itu.

Bertentangan dengan propaganda evolusionis, penemuan-penemuan semacam ini menunjukkan bahwa manusia Neanderthal telah berperadaban, bukan manusia gua kuno.
(The AAAS Science News Service, "Neanderthals Lived Harmoniously," 3 April 1997).

Sebuah jarum jahit berusia 26,000 tahun, yang terbukti telah digunakan oleh orang-orang Neanderthal, juga ditemukan selama penggalian fosil. Jarum ini, yang terbuat dari tulang, sangat lurus dan memiliki sebuah lubang untuk dilalui benang. Orang yang memakai pakaian dan membutuhkan sebuah jarum jahit tidak bisa dianggap "primitif."
Penelitian terbaik pada kemampuan membuat perkakas Neanderthal adalah yang dilakukan Steven L. Kuhn dan Mary C. Stiner, yang secara berturut-turut, seorang profesor antrophologi dan arkeologi, , pada University of New Mexico. Walaupun kedua orang ilmuwan ini adalah pendukung teori evolusi, hasil dari penelitian dan analisa arkeologis mereka menunjukkan bahwa Neanderthal yang hidup di dalam gua pada pantai barat daya Italia selama ribuan tahun melakukan aktifitas yang membutuhkan kapasitas berfikir yang sama kompleksnya dengan manusia moderen saat ini.
Kuhn dan Stiner menemukan sejumlah perkakas di dalam gua ini. Penemuan ini adalah alat pemotong yang tajam dan runcing, termasuk mata tombak, yang dibuat dengan menipiskan secara hati-hati lapisan di pinggiran batu. Membuat sisi tajam semacam ini dengan menipiskan lapisannya tak diragukan lagi merupakan pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan dan keterampilan. Penelitian telah menunjukkan bahwa salah satu permasalahan terpenting yang dihadapi dalam pekerjaan tersebut adalah pecah yang terjadi sebagai hasil dari tekanan pada sisi batu tersebut. Dengan alasan ini, orang yang melakukannya harus membuat mengukur dengan tepat besarnya tenaga yang digunakan untuk menjaga sisi-sisinya agar tetap lurus dan sudut yang tepat untuk memukulnya, jika ia membuat sebuah perkakas yang tajam.
Margaret Conkey dari University of Carolina menjelaskan bahwa perkakas yang dibuat pada masa sebelum Neanderthal juga dibuat oleh komunitas orang-orang cerdas yang sepenuhnya paham apa yang mereka lakukan:
PROPAGANDA
FAKTA YANG TAK ADA
Meskipun penemuan-penemuan fosil menunjukkan bahwa manusia Neanderthal tak bersifat "purba" jika dibandingkan dengan kita dan adalah satu ras manusia, prasangka para evolusionis terhadap mereka berlanjut tanpa berkurang. Kadang kala Manusia Neanderthal masih digambarkan sebagai "manusia kera" pada sejumlah museum evolusionis, sebagaimana ditunjukkan gambar di samping. Inilah suatu tanda bahwa Darwinisme bersandar pada prasangka dan propaganda, bukan pada penemuan ilmiah.
Jika anda melihat pada benda-benda yang dbuat oleh tangan-tangan manusia kuno, inti Levallois dan lain-lain, itu bukanlah sesuatu yang main-main. Mereka memiliki pengetahuan terhadap bahan yang mereka kerjakan dan memahami seluk beluknya.
Singkatnya, penemuan ilmiah menunjukkan bahwa Neanderthal adalah satu ras manusia yang tidak berbeda dari kita dalam tingkat kecerdasan dan keterampilan. Ras ini bisa jadi menghilang dari sejarah dengan berasimilasi dan bercampur dengan ras yang lain, atau menjadi punah karena sesuatu hal yang belum diketahui. Tetapi secara pasti mereka tidaklah "primitif" atau "setengah-kera." Berikutnya

Homo erectus Sejarah Manusia Menurut sejarah

Sebelumnya Menurut skema ‘indah’ yang diajukan oleh evolusionis, evolusi internal dari genus Homo adalah sebagai berikut: Pertama Homo erectus, kemudian apa yang disebut sebagai Homo sapiens "kuno" dan manusia Neanderthal (Homo sapiens neanderthalensis), dan akhirnya manusia Cro-Magnon (Homo sapiens sapiens). Akan tetapi semua pengelompokan ini sebenarnya hanyalah variasi dan ras-ras yang khas dalan keluarga manusia. Perbedaan antara mereka tidak lebih besar daripada perbedaan antara suku Inuit dengan suku Afrika, atau suku pygmi dengan orang Eropa.

Tonjolan besar alis pada tengkorak Homo erectus, dan ciri-ciri seperti dahi yang condong ke belakang, bisa dilihat dalam sejumlah ras zaman sekarang, seperti pribumi Malaysia yang ditunjukkan di sini.

Mari kita kaji terlebih dahulu Homo erectus, yang dikatakan sebagai spesies manusia paling primitif. Seperti yang tersirat dalam namanya, Homo erectus berarti "manusia yang berjalan tegak." Evolusionis harus memisahkan fosil-fosil ini dengan yang sebelumnya dengan menambahkan ciri "ketegakan," karena semua fosil Homo erectus yang ada benar-benar tegak dan tidak terlihat dalam spesimen australopithecine atau yang dikatakan sebagai Homo habilis. Tidak ada perbedaan kerangka di luar tengkorak antara manusia moderen dengan yang dimiliki oleh Homo erectus.
Alasan utama evolusionis mendefinisikan Homo erectus sebagai "primitif" adalah kapasitas otak tengkorak mereka (900 – 1.100 cc), yang lebih kecil daripada rata-rata manusia moderen, dan alis mata tebal mereka yang menonjol. Akan tetapi, banyak orang yang hidup saat ini di bumi yang memiliki kapasitas tengkorak yang sama dengan Homo erectus (suku pygmi, contohnya) dan ras lain memiliki alis yang menonjol (penduduk asli Australia, misalnya). Ada fakta yang secara umum disetujui bahwa perbedaan pada kapasitas tengkorak tidak selalu menunjukkan perbedaan dalam kecerdasan dan kemampuan. Kecerdasan lebih bergantung pada organisasi internal otak, daripada volumenya.
Fosil yang telah membuat Homo erectus terkenal diseluruh dunia adalah fosil dari manusia Peking dan manusia Jawa di Asia. Namun kemudian disadari bahwa kedua fosil ini tidak dapat dipercaya. Manusia Peking tersusun atas beberapa elemen buatan yang mana aslinya telah hilang, dan manusia Jawa tersusun atas pecahan tulang tengkorak ditambah tulang panggul yang ditemukan beberapa meter darinya tanpa ada petunjuk bahwa potongan ini berasal dari makhluk yang sama. Inilah mengapa fosil Homo erectus yang ditemukan di Afrika semakin dianggap penting. (Perlu dicatat bahwa beberapa fosil yang dikatakan sebagai Homo erectus dimasukkan di bawah spesies kedua yang dinamakan Homo ergaster oleh beberapa evolusionis. Terdapat pertentangan di antara para ahli dalam hal ini. Kita akan memperlakukan semua fosil-fosil ini di bawah kelompok Homo erectus.)
Spesimen Homo erectus paling terkenal yang ditemukan di Afrika adalah fosil "Homo erectus Narikotome," atau "Turkana Boy," yang ditemukan di dekat Danau Turkana di Kenya. Dipastikan bahwa fosil ini adalah dari seorang anak laki-laki berusia 12 tahun ini, yang mungkin tingginya 1.83 meter saat dewasa. Struktur rangka tegak dari fosil ini tidak ada bedanya dengan manusia moderen. Ahli paleoanthropologi Amerika, Alan Walker, mengatakan bahwa Ia meragukan jika "rata-rata ahli pa[leon]tologi bisa mengatakan adanya perbedaan antara kerangka fosil tersebut dengan kerangka manusia moderen." Mengenai tengkoraknya, Walker menulis bahwa Ia tertawa ketika melihatnya karena "ia mirip sekali dengan Neanderthal." 198 Seperti yang akan kita lihat pada bab selanjutnya, Neanderthal adalah ras manusia moderen.
HOMO ERECTUS BERUSIA 10 RIBU TAHUN

Dua tengkorak ini, yang ditemukan pada tanggal 10 Oktober 1967 di Kow Swamp, Victoria, Australia, diberi nama Kow Swamp I dan Kow Swamp V.
Alan Thorne dan Philip Macumber yang menemukan kedua tengkorak ini, menafsirkan keduanya sebagai tengkorak Homo sapiens, padahal keduanya memiliki banyak ciri yang mengingatkan kita pada Homo erectus. Satu-satunya alasan mengapa keduanya dianggap Homo sapiens adalah fakta bahwa keduanya diperkirakan berumur 10 ribu tahun. Para evolusionis tak berharap menerima fakta bahwa Homo erectus, yang mereka anggap sebagai spesies "purba" dan hidup 500 ribu tahun sebelum manusia masa kini, adalah suatu ras manusia yang hidup 10 ribu tahun yang lalu.

Bahkan evolusionis Richard Leakey menyatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dan manusia moderen tidak lebih dari variasi ras:
Seseorang juga akan melihat perbedaan: pada bentuk tengkorak, pada besarnya tonjolan wajah, [tulang] alisnya yang kokoh dan seterusnya. Perbedaan ini mungkin tidak lebih nyata daripada yang kita lihat saat ini antara ras manusia moderen yang dipisahkan secara geografis. Variasi biologis semacam ini muncul ketika populasi terpisah secara geografis satu sama lain dalam jangka waktu yang cukup lama.
Homo erectus DAN ORANG ABORIGIN
Kerangka Pemuda Turkana (Turkana Boy) yang ditunjukkan di samping adalah contoh terbaik Homo erectus yang sejauh ini telah ditemukan. Yang menarik adalah ketiadaan perbedaan besar antara fosil yang berumur 1,6 juta tahun ini dan manusia zaman sekarang. Kerangka orang Aborigin Australia di atas secara khusus menyerupai Pemuda Turkana. Keadaan ini menyingkapkan sekali lagi bahwa Homo erectus benar-benar ras manusia, tanpa ciri-ciri "purba".

Profesor William Laughlin dari University of Connecticut melakukan pemeriksaan anatomis yang luas atas suku Inuit dan penduduk kepulauan Aleut, dan melihat bahwa orang-orang ini benar-benar serupa dengan Homo erectus. Kesimpulan yang dicapai Laughlin adalah bahwa semua ras yang berlainan ini pada dasarnya merupakan ras-ras Homo sapiens (manusia moderen):

KEBUDAYAAN BERLAYAR HOMO ERECTUS "Ancient mariners: Early humans were much smarter than we suspected " (Pelaut purba: manusia kuno lebih pintar dari yang kita sangka). Menurut artikel New Scientist terbitan 14 Maret 1998 ini, manusia yang dinamai Homo erectus oleh evolusionis, telah melakukan pelayaran sejak 700 ribu tahun yang lalu. Tentu saja, mustahil menganggap manusia yang mempunyai pengetahuan, teknologi, dan budaya berlayar sebagai purba.
Ketika kita memperhatikan perbedaan besar yang terlihat antara kelompok yang saling berjauhan seperti Eskimo dan Bushmen, yang diketahui sebagai satu spesies Homo sapiens, kelihatannya wajar untuk menyimpulkan bahwa Sinanthropus [suatu spesimen erectus] tergolong ke dalam spesies yang beragam ini.

Adalah merupakan fakta yang semakin nyata dalam komunitas ilmiah saat ini bahwa Homo erectus adalah pengelompokan yang tidak diperlukan dan bahwa fosil ini dikatakan sebagai kelas Homo erectus sebenarnya tidaklah begitu berbeda dari Homo sapiens untuk dianggap sebagai spesies yang berbeda. Dalam majalah American Scientist, diskusi mengenai hal ini dan hasil dari konferensi yang diadakan tentang hal ini pada tahun 2000 diringkaskan sebagai berikut:
Sebagian besar peserta pada konferensi Senckenberg larut dalam debat panas mengenai status taksonomi Homo erectus, dimulai oleh Milford Wolpoff dari University of Michigan, Alan Thorne dari University of Canberra dan kolega mereka. Mereka dengan kuat berpendapat bahwa Homo erectus tidak memiliki keabsahan sebagai satu spesies dan seharusnya dihilangkan sama sekali. Semua anggota genus Homo, dari sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga sekarang, adalah spesies Homo sapiens yang sangat bervariasi dan menyebar luas tanpa ada pemutusan atau pembagian alami. Subyek dari konferensi ini, Homo erectus, tidak ada.

Kesimpulan yang dicapai oleh para ilmuwan yang mempertahankan pendapat di atas bisa disimpulkan sebagai berikut "Homo erectus bukanlah spesies yang berbeda dengan Homo sapiens, tetapi lebih merupakan satu ras dalam Homo sapiens." Di lain pihak, ada celah besar antara Homo erectus, ras manusia, dan kera yang mendahului Homo erectus dalam skenario "evolusi manusia" (Australopithecus, Homo habilis, dan Homo rudolfensis). Ini berarti bahwa manusia pertama muncul dalam rekaman fosil secara tiba-tiba dan tanpa adanya sejarah evolusi yang mendahului. Sesudahnya

Australopithecus sejarah Manuia

Sebelumnya Kelompok pertama, genus Australopithecus, berarti "kera dari selatan," seperti yang telah kita katakan. Diperkirakan makhluk ini pertama kali muncul di Afrika sekitar 4 juta tahun yang lalu, dan hidup hingga 1 juta tahun yang lalu. Terdapat banyak spesies yang berlainan di antara Australopithecine. Evolusionis beranggapan bahwa spesies Australopithecus tertua adalah A. afarensis. Setelah itu muncul A. africanus, dan kemudian A. robustus, yang memiliki tulang relatif lebih besar. Khusus untuk A. Boisei, beberapa peneliti menganggapnya sebagai spesies lain, sementara yang lainnya sebagai sub-spesies dari A. Robustus.
Tengkorak dan kerangka Australopithecus sangat mirip dengan kera masa kini. Gambar di samping menunjukkan simpanse di kiri dan kerangka Australopithecus afarensis di kanan. Adrienne L. Zhilman, profesor anatomi yang menggambarnya, menekankan bahwa struktur kedua kerangka ini sangat mirip. (kiri)
Tengkorak Australopithecus robustus. Memiliki kemiripan yang dekat dengan kera masa kini. (kanan) 
Semua spesies Australopithecus adalah kera punah yang mirip dengan kera masa kini. Volume tengkorak mereka adalah sama atau lebih kecil daripada simpanse masa kini. Terdapat bagian menonjol pada tangan dan kaki mereka yang mereka gunakan untuk memanjat pohon, persis seperti simpanse saat ini, dan kaki mereka terbentuk untuk mencengkeram dan bergelantung pada dahan pohon. Banyak karakteristik yang lain—seperti detail pada tengkorak mereka, dekatnya jarak antara kedua mata, gigi geraham yang tajam, struktur rahang, lengan yang panjang, dan kaki yang pendek—merupakan bukti bahwa makhluk ini tidaklah berbeda dengan kera masa kini. Namun demikian, evolusionis menyatakan bahwa, meskipun australopithecine memiliki anatomi kera, mereka berjalan tegak seperti manusia, tidak seperti kera.
Pernyataan bahwa australopithecine berjalan tegak ini adalah suatu pendapat yang dipegang oleh ahli paleoanthropologi seperti Richard Leakey dan Donald C. Johnson selama beberapa dasawarsa. Namun banyak ilmuwan yang melakukan banyak penelitian pada struktur tengkorak australopithecine telah mengungkap ketidakabsahan dari pendapat tersebut. Penelitian luas terhadap berbagai spesimen Australopithecus oleh dua ahli anatomi terkenal dari Inggris dan Amerika, Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, menunjukkan bahwa makhluk ini tidak berjalan tegak seperti manusia. Setelah mempelajari tulang-tulang fosil makhluk ini selama 15 tahun atas dana dari pemerintah Inggris, Lord Zuckerman dan timnya yang terdiri dari lima orang spesialis, mencapai kesimpulan bahwa australopithecine hanyalah spesies kera biasa, dan sama sekali tidak berjalan tegak, walaupun Zuckerman sendiri adalah seorang evolusionis.  Bersamaan dengan itu, Charles E. Oxnard, seorang ahli anatomi evolusi yang terkenal di bidangnya, juga mempersamakan struktur rangka australopithecine dengan orang utan moderen.
Bahwa Australopithecus tidak bisa dijadikan sebagai nenek moyang manusia belakangan ini telah diterima oleh sumber-sumber evolusionis. Majalah ilmiah populer terkenal dari Perancis, Science et Vie, menjadikan hal ini sebagai sampul depan edisi Mei 1999. Dengan tajuk "Adieu Lucy (Selamat tinggal Lucy)"—Lucy merupakan contoh fosil terpenting dari spesies Australopithecus afarensis—majalah tersebut melaporkan bahwa kera-kera spesies Australopithecus seharusnya disingkirkan dari pohon kekerabatan manusia. Dalam artikel ini, berdasarkan pada penemuan satu lagi fosil Australopithecus yang dikenal sebagai St W573, kalimat yang muncul adalah sebagai berikut:
Sebuah teori baru menyatakan bahwa genus Australopithecus bukanlah cikal bakal ras manusia… Hasil ini didapat dari satu-satunya wanita yang diberi kewenangan untuk meneliti, St W573 berbeda dari teori normal berkenaan dengan nenek moyang manusia: ini meruntuhkan pohon kekerabatan hominid. Primata besar, yang dianggap sebagai nenek moyang manusia, telah dihilangkan dari susunan pohon kekerabatan ini… Australopithecus dan spesies Homo (manusia) tidak muncul dalam cabang yang sama. Nenek moyang langsung manusia masih menunggu untuk ditemukan. 

AFARENSIS DAN SIMPANSE
Gambar atas adalah tengkorak Australopithecus afarensis AL 444-2, dan di bawahnya tengkorak simpanse masa kini. Kesamaan yang jelas di antara keduanya adalah sebuah tanda yang nyata bahwa A. afarensis itu spesies kera biasa, tanpa sifat-sifat manusia. 

Pohon Kekerabatan Manusia Yang Dibuat-Buat

Sebelumnya Pernyataan Darwinis mendukung bahwa manusia moderen berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip kera. Selama proses evolusi tanpa bukti ini, yang diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara manusia moderen dan nenek moyangnya. Menurut skenario yang sungguh dibuat-buat ini, ditetapkanlah empat kelompok dasar sebagai berikut:
1. Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Genus yang dianggap sebagai nenek moyang manusia yang mirip kera tersebut oleh evolusionis digolongkan sebagai Australopithecus, yang berarti "kera dari selatan." Australophitecus, yang tidak lain adalah jenis kera purba yang telah punah, ditemukan dalam berbagai bentuk. Beberapa dari mereka lebih besar dan kuat ("tegap"), sementara yang lain lebih kecil dan rapuh ("lemah")
Para evolusionis menggolongkan tahapan selanjutnya dari evolusi manusia sebagai genus Homo, yaitu "manusia." Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak begitu berbeda dengan manusia moderen. Manusia moderen saat ini, yaitu spesies Homo sapiens, dikatakan telah terbentuk pada tahapan evolusi paling akhir dari genus Homo ini. Fosil seperti "Manusia Jawa," "Manusia Peking," dan "Lucy," yang muncul dalam media dari waktu ke waktu dan bisa ditemukan dalam media publikasi dan buku acuan evolusionis, digolongkan ke dalam salah satu dari empat kelompok di atas. Setiap pengelompokan ini juga dianggap bercabang menjadi spesies dan sub-spesies, mungkin juga. Beberapa bentuk peralihan yang diusulkan dulunya, seperti Ramapithecus, harus dikeluarkan dari rekaan pohon kekerabatan manusia setelah disadari bahwa mereka hanyalah kera biasa. 184
Dengan menjabarkan hubungan dalam rantai tersebut sebagai "Australopithecus > Homo Habilis > Homo erectus > Homo sapiens," evolusionis secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang jenis selanjutnya. Akan tetapi, penemuan terbaru ahli paleoanthropologi mengungkap bahwa australopithecines, Homo habilis dan Homo erectus hidup di berbagai tempat di bumi pada saat yang sama. Lebih jauh lagi, beberapa jenis manusia yang digolongkan sebagai Homo erectus kemungkinan hidup hingga masa yang sangat moderen. Dalam sebuah artikel berjudul "Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens ini Southeast Asia," dilaporkan bahwa fosil Homo erectus yang ditemukan di Jawa memiliki "umur rata-rata 27 ± 2 hingga 53.3 ± 4 juta tahun yang lalu" dan ini "memunculkan kemungkinan bahwa H. erectus hidup semasa dengan manusia beranatomi moderen (H. sapiens) di Asia tenggara" 
Lebih jauh lagi, Homo sapiens neanderthalensis (manusia Neanderthal) dan Homo sapiens sapiens (manusia moderen) juga dengan jelas hidup bersamaan. Hal ini sepertinya menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa yang satu merupakan nenek moyang bagi yang lain.
Pada dasarnya, semua penemuan dan penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa rekaman fosil tidak menunjukkan suatu proses evolusi seperti yang diusulkan para evolusionis. Fosil-fosil, yang dinyatakan sebagai nenek moyang manusia oleh evolusionis, sebenarnya bisa milik ras lain manusia atau milik spesies kera.
Lalu fosil mana yang manusia dan mana yang kera? Apakah mungkin salah satu dari mereka dianggap sebagai bentuk peralihan? Untuk menemukan jawabannya, mari kita lihat lebih dekat pada setiap kelompok. 

Asal Usul Manusia

Darwin mengajukan penyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man, terbitan tahun 1871. Sejak saat itu hingga sekarang, para pengikut jalan Darwin telah mencoba mendukung pernyataannya. Tatapi meskpun berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan mengenai "evolusi manusia" tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya dalam hal fosil.
Kebanyakan masyarakat awam tidak menyadari kenyataan ini, dan berfikir bahwa pernyataan evolusi manusia didukung oleh banyak bukti yang kuat. Penyebab adanya opini yang keliru ini adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan dihadirkan sebagai fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam masalah ini menyadari bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan evolusi manusia. David Pilbeam, ahli paleoanthropologi dari Harvard University, mengatakan:
Jika Anda mengundang seorang ilmuwan dari bidang ilmu yang lain dan menunjukkan padanya sedikitnya bukti yang kita miliki ia tentu akan mengatakan, "Lupakan saja; itu tidak cukup untuk diteruskan." 
Dan William Fix, seorang penulis sebuah buku penting dalam bidang paleoanthropologi, berkomentar:
Seperti yang telah kita lihat, ada banyak ilmuwan dan orang-orang populer saat ini yang memiliki nyali untuk mengatakan bahwa ‘tidak ada keraguan’ tentang bagaimana manusia berasal. Jika saja mereka memiliki bukti…


Tiada petunjuk ilmiah bagi pernyataan bahwa manusia berevolusi. Yang diajukan sebagai "bukti" tidak lebih dari ulasan sepihak atas sedikit fosil.
Pernyataan evolusi ini, yang "miskin akan bukti," memulai pohon kekerabatan manusia dengan satu kelompok kera yang telah dinyatakan membentuk satu genus tersendiri, Australopithecus. Menurut pernyataan ini, Australopithecus secara bertahap mulai berjalan tegak, otaknya membesat, dan ia melewati serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan manusia sekarang (Homo sapiens). Tetapi rekaman fosil tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan bahwa semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara jejak fosil manusia dan kera. Lebih jauh lagi, telah terungkap bahwa spesies yang digambarkan sebagai nenek moyang satu sama lain sebenarnya adalah spesies masa itu yang hidup pada periode yang sama. Ernst Mayr, salah satu pendukung utama teori evolusi abad ke-20, berpendapat dalam bukunya One Long Argument bahwa "khususnya [teka-teki] bersejarah seperti asal usul kehidupan atau Homo sapiens, adalah sangat sulit dan bahkan mungkin tidak akan pernah menerima penjelasan akhir yang memuaskan." 
Tetapi apakah landasan gagasan evolusi manusia yang diajukan oleh para evolusionis? Ialah adanya banyak fosil yang dengannya para evolusionis bisa membangun tafsiran-tafsiran khayalan. Sepanjang sejarah, telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan kebanyakan dari mereka telah punah. Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di bumi. Enam ribu atau lebih spesies kera ini, di mana sebagian besar telah punah, merupakan sumber yang melimpah bagi evolusionis.
Di lain pihak, terdapat perbedaan yang berarti dalam susunan anatomi berbagai ras manusia. Terlebih lagi, perbedaannya semakin besar antara ras prasejarah, karena seiring dengan waktu ras manusia setidaknya telah bercampur satu sama lain dan terasimilasi. Meskipun demikian, perbedaan penting masih terlihat antara berbagai kelompok populasi yang hidup di dunia saat ini, seperti, sebagai contoh, ras Scandinavia, suku pigmi Afrika, Inuits, penduduk asli Australia, dan masih banyak lagi yang lain.
Tidak terdapat bukti untuk menunjukkan bahwa fosil yang disebut hominid oleh ahli paleontologi evolusi sebenarnya bukanlah milik spesies kera yang berbeda atau ras manusia yang telah punah. Dengan kata lain, tidak ada contoh bagi satu bentuk peralihan antara manusia dan kera yang telah ditemukan.
Setelah semua penjelasan umum ini, sekarang mari kita telaah bersama hipotesis evolusi manusia.
Berikutnya